logo Kompas.id
EkonomiTata Niaga Masih Bermasalah
Iklan

Tata Niaga Masih Bermasalah

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, persoalan tata niaga pangan, hingga kini masih sulit diatur. Meski demikian, produksi perikanan ditengarai terus membaik.Hal itu dikemukakan Susi, dalam acara halalbihalal Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Senin (10/7). "Tata niaga yang masih susah diatur adalah pangan. Ikan dan garam termasuk di dalamnya," kata Susi.Tata niaga yang ketat dengan praktik oligopoli dan monopoli telah menyebabkan perekonomian sulit diubah. Akan tetapi, pihaknya memastikan bahwa perairan Indonesia tidak boleh dikapling oleh kepentingan segelintir korporasi. Pengelolaan perikanan harus bisa dinikmati seluruh masyarakat.Sejak pemberantasan perikanan ilegal dan penghentian operasional ribuan kapal asing dan eks asing di Indonesia, hasil tangkapan ikan oleh nelayan Indonesia menjadi jauh lebih tinggi, walau jumlah kapal kini lebih sedikit. Pemerintah telah melarang usaha perikanan tangkap untuk dimasuki pemodal asing.Susi menambahkan, stok ikan lestari (MSY) terus meningkat, yakni 6,5 juta ton pada tahun 2011 kini mencapai 12,54 juta ton atau naik nyaris 100 persen dalam kurun tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kenaikan stok itu berdasarkan penghitungan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnaskajiskan)."Saya perkirakan stok ikan bisa mencapai 20 juta ton dalam waktu 3 tahun ke depan," ujar Susi.Dengan kondisi ikan yang semakin berlimpah, lanjut Susi, kapal-kapal besar tidak perlu lagi memakai alat tangkap yang merusak lingkungan. Ia mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mendukung penghapusan penggunaan cantrang oleh nelayan. "Cantrang harus dihentikan dan enggak perlu berpolemik lagi tentang alat tangkap ramah lingkungan. Jangan energi kita terkuras untuk alat tangkap satu itu saja," kata Susi. Kapal-kapal yang beralih dari cantrang atau eks cantrang juga telah mendapatkan pergeseran wilayah tangkapan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718 Perairan Teluk Aru, Laut Arafura dan Laut Timor bagian Timur, serta Laut Natuna. Pihaknya juga mendorong nelayan untuk menangkap hingga ke laut lepas. Tahun 2017, pemerintah melanjutkan program pengadaan bantuan kapal berbahan serat polimer untuk koperasi nelayan sebanyak 2.090 unit. Kapal bantuan itu meliputi 420 kapal penangkapan ikan berukuran di bawah 5 gros ton (GT), 230 kapal ukuran 5 GT, 134 kapal 10 GT, 10 kapal 20 GT, dan 20 kapal 30 GT, 3 kapal pengangkutan ikan berukuran 100 GT, dan 3 unit kapal rawai tuna (long line) 120 GT. Bantuan itu melonjak dibandingkan dengan realisasi penggantian alat tangkap sepanjang 2016 sebanyak 1.529 unit.Perizinan lambanSecara terpisah, Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo Sutrisno, mengemukakan, bantuan kapal untuk koperasi nelayan tahun lalu sebanyak 4 unit. Setelah diukur ulang, kapal tersebut berukuran antara 38-40 gros ton (GT) sehingga membutuhkan izin pemerintah pusat.Kendala yang muncul, proses perizinan kapal bantuan pemerintah tersebut hingga enam bulan belum tuntas sehingga tidak bisa beroperasi. Mekanisme perizinan kapal berukuran di atas 30 GT merupakan kewenangan pemerintah pusat."Kapal bantuan tidak bisa dioperasikan oleh nelayan jika izin kapal belum terbit," katanya. Adapun prosedur perizinan kapal mencakup surat ukur gros akta berada di kewenangan Kementerian Perhubungan, serta surat izin usaha penangkapan ikan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. (LKT)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000