logo Kompas.id
EkonomiLahan Pangan Belum Aman
Iklan

Lahan Pangan Belum Aman

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah meredistribusi lahan perlu diimbangi dengan upaya melindungi lahan yang ada. Perlindungan dinilai belum optimal antara lain tecermin dari berlarutnya penetapan peraturan daerah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.Pemikiran itu merupakan salah satu poin yang muncul di acara Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Jakarta, Jumat (21/7). LTKL merupakan forum kemitraan yang fokus pada tata kelola lahan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Diskusi itu dihadiri antara lain Sekretaris Jenderal Apkasi yang juga Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, Direktur Landreform Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) Budi Suryanto, anggota Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan Gunawan, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, dan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ahmad Erani Yustika. Gunawan menyatakan, selain menyiapkan rencana yang matang terkait redistribusi, pemerintah perlu mengoptimalkan perlindungan terhadap lahan yang ada. Khususnya terhadap lahan pertanian yang subur dan produktif di Pulau Jawa dan Bali yang kian terdesak.Indonesia memiliki Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Namun, sampai sekarang belum semua daerah menetapkan lahan-lahan pertanian yang akan dilindungi dalam peraturan daerah (perda) tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan perda tentang LP2B.UU No 41/2009, kata Gunawan, juga diterjemahkan beragam oleh pemerintah daerah dalam perda. Ada yang secara spesifik mencantumkan data luas dan lokasi lahan-lahan pertanian yang dilindungi, tetapi sebagian lain tidak mencantumkannya dalam peraturan. "Ada naluri mengalihfungsikan lahan pertanian untuk kepentingan nonpertanian, ujarnya.Selain itu, UU No 19/2003 mengamanatkan perlindungan dan pemberdayaan petani. Tujuannya memastikan usaha petani terlindungi di tengah kecenderungan meningkatnya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, serta gejolak ekonomi global dan sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani. Tekan ketimpanganBudi Suryanto menyatakan, selain menyelesaikan inventarisasi lahan-lahan yang bisa didistribusikan ke masyarakat, pemerintah sejak dua tahun lalu membangun dan memperbaiki infrastruktur pertanian, seperti membangun embung dan waduk serta memperbaiki saluran irigasi. Pemerintah juga berupaya meningkatkan kesejahteraan petani melalui subsidi pupuk, benih, dan memberikan bantuan alat mesin pertanian.Akan tetapi, minimnya kepemilikan lahan menjadi problem yang mendesak diatasi untuk mendongkrak kesejahteraan petani sekaligus memajukan pertanian. Menurut Budi, Kementerian ATR/BPN mencatat, rasio gini tanah pertanian mencapai 0,59 yang berarti 59 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang dikuasai oleh hanya 1 persen penduduk. Dengan luas kepemilikan rata-rata kurang dari 0,5 hektar per rumah tangga petani, sulit bagi petani menaikkan taraf hidupnya. Daya saing produk pertaniannya pun tak optimal karena ongkos produksi di lahan sempit cenderung tinggi.Oleh karena itu, buruh tani atau petani tak berlahan menjadi sasaran redistribusi. Menurut Budi, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyiapkan 4,1 juta hektar untuk reforma agraria. Selain itu, Kementerian ATR/BPN mengidentifikasi 7,3 juta hektar lahan hak guna usaha (HGU) yang telantar. Namun, proses pengambilalihannya tak mudah. Tak sedikit pihak yang justru mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Ahmad Erani Yustika menambahkan, Presiden Joko Widodo berharap dana desa dipakai untuk membangun kedaulatan pangan. Oleh karena itu, tahun ini dana diprioritaskan untuk membangun infrastruktur pertanian di desa, seperti membangun embung dan memperbaiki saluran irigasi, untuk meningkatkan produktivitas lahan.Dana desa yang tahun ini dianggarkan sekitar Rp 60 triliun juga diharapkan dapat memacu desa meningkatkan nilai tambah pertanian. Caranya antara lain melalui investasi di pascapanen. Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rachmat Witoelar yang hadir dalam diskusi itu mengatakan, selain menekan angka kehilangan hasil panen, upaya mendongkrak pertanian perlu ditempuh dengan antisipasi yang lebih baik terhadap perubahan iklim dengan memanfaatkan teknologi. Nurdin Abdullah mengatakan, perlu inovasi dan inisiatif pemerintah daerah untuk mengatasi problem publik. Dodi Reza mencontohkan soal pendampingan petani dan pekebun rakyat mensertifikatkan lahannya untuk membuka akses permodalan bank. (MKN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000