Insentif untuk Usaha Kecil
Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah punya daya tahan yang luar biasa dari tekanan perekonomian. Setidaknya, ini yang sudah dibuktikan oleh sektor ini ketika krisis ekonomi 1998. Sebagian besar pelaku usaha di sektor ini tetap bertahan, bahkan tak sedikit yang usahanya justru meningkat seusai krisis.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya sektor ini bisa bertahan dari berbagai jenis badai. Umumnya, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) punya kelenturan terhadap kondisi ekonomi. Dalam banyak kasus, pelaku UMKM bisa menyesuaikan skala dan jenis usaha dengan perkembangan ekonomi. Bahkan, tak sedikit wirausahawan di sektor ini yang memiliki beberapa usaha.
Kecerdikan membaca peluang itu barangkali akan sulit dijelaskan dalam teori-teori ekonomi yang terlalu rumit. Bagi para pelaku usaha di sektor ini, peluang akan selalu dicoba. Kalaupun gagal, mereka bisa mencoba peluang yang lain. Khusus untuk sektor mikro, penjelasan soal bertahan hidup barangkali lebih masuk akal. Bagi sebagian pelaku usaha di sektor mikro, menjalankan usaha adalah bagian penting dalam menopang perekonomian keluarga. Tanpa usaha itu, mereka akan kesulitan menggerakkan roda ekonomi keluarga. Untuk itu, tak mengherankan jika jumlah usaha di sektor ini sangat banyak.
Sensus Ekonomi 2016 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada April 2017 menunjukkan, terdapat 26,71 juta usaha atau perusahaan nonpertanian. Jumlah usaha atau perusahaan dalam sensus ekonomi itu meningkat 17,51 persen dibandingkan dengan hasil Sensus Ekonomi 2006, yakni dengan jumlah 22,73 juta usaha atau perusahaan.
Menurut Sensus Ekonomi 2016, jumlah usaha mikro kecil (UMK) mencapai 26,26 juta usaha atau sekitar 98,23 persen dari total usaha. Adapun, sektor usaha menengah besar (UMB) tercatat hanya 450.000 unit usaha atau perusahaan (1,67 persen).
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mendominasi dalam sensus itu, jumlahnya mencapai 12,33 juta usaha (46,17 persen), disusul penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum sebanyak 4,466 juta usaha (16,72 persen) dan industri pengolahan 4,416 juta usaha (16,53 persen). Masing-masing lapangan usaha lain yang masuk 15 kategori Sensus Ekonomi 2016, ada di kisaran 1-5 persen dari total usaha.
Sektor UMK yang terbukti berhasil menopang perekonomian di kalangan bawah itu mestinya tak boleh dibiarkan untuk bertahan hidup sendiri. Harus ada mekanisme atau jaring pengaman yang memungkinkan mereka bisa berhitung untuk bertahan hidup. Untuk menopang sektor ini, pembiayaan menjadi sangat penting. Ada banyak mekanisme pembiayaan yang sudah diinisiasi, baik oleh pemerintah melalui kredit usaha rakyat maupun oleh badan usaha milik negara dan badan usaha swasta.
Salah satu badan usaha milik negara, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) punya strategi yang menarik dalam menyalurkan pembiayaan. Salah satu produknya adalah Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), yakni layanan keuangan untuk ibu rumah tangga dengan plafon pinjaman Rp 2 juta-Rp 5 juta. Produk ini dimanfaatkan oleh ibu rumah tangga untuk membuka usaha atau menambah modal untuk usaha yang sudah dimiliki.
PT Permodalan Nasional Madani (PNM) memberi insentif dalam bentuk pendampingan usaha dan kontrol pinjaman serta kemajuan usaha setiap pekan. Selain usaha para pemilik pinjaman meningkat, kredit bermasalah (NPL) sangat sedikit atau nyaris mendekati nol. Kelompok kecil dilibatkan dalam mengontrol setiap anggota dan diberlakukannya sistem tanggung renteng. Dalam kunjungan media ke kelompok binaan PNM di Banyuwangi, Jawa Timur, pekan lalu, terlihat para pelaku UMKM bisa memanfaatkan berbagai celah untuk mendorong usaha. Selain punya daya tahan, sektor ini juga liat dan lentur terhadap tekanan ekonomi. (A HANDOKO)