logo Kompas.id
EkonomiIndustri Hulu Seimbangkan...
Iklan

Industri Hulu Seimbangkan Struktur

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan industri hulu bernilai penting untuk menyeimbangkan struktur industri di Tanah Air. Dukungan dibutuhkan agar industri hulu berdaya saing dalam menghadapi persaingan global."Struktur industri yang tidak berimbang mengakibatkan Indonesia seperti harus berjuang untuk bisa tumbuh," kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Muliaman D Hadad di Jakarta, Kamis (3/8).Muliaman mengatakan hal tersebut pada Seminar Nasional Bank Indonesia (BI)-ISEI bertema "Mendorong Peran Industri Hulu pada Perekonomian Indonesia".Pertumbuhan sektor industri yang tidak berimbang, kata Muliaman, seolah menjebak karena menjadikan peningkatan pertumbuhan ekonomi selalu disertai peningkatan importasi barang modal."Daya saing menjadi penting saat ini. Industrialisasi, terutama di sektor manufaktur, akan meningkatkan produktivitas nasional," kata Muliaman.Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, harus ada strategi dan komitmen menyangkut jenis dan lokasi pengembangan industri hulu. "Kita ingin melihat kontribusi industri manufaktur bisa di atas 20 persen-karena dulu pernah 28 persen-terhadap PDB (produk domestik bruto)," katanya.Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan, salah satu tantangan dari sisi regulasi adalah belum ada keterpaduan antara sumber daya alam, manufaktur, dan jasa.Menurut Edy, industri hulu berperan mendorong industri antara dan industri hilir. "Industri yang mengakar adalah industri makanan minuman. Ada sinergi antara sumber daya alam dan manufaktur," katanya. Kondisi tersebut belum terlihat di industri farmasi. Di sektor logam, Indonesia sebenarnya mempunyai potensi sumber daya alam besi, mangan, dan bauksit."Tetapi, untuk pengolahannya belum terintegrasi dengan industri hilirnya sehingga pertumbuhan dan daya saing ekspornya rendah," katanya.Direktur Utama PT Pusri Palembang Mulyono Prawiro mengatakan, harga gas yang tidak kompetitif menyulitkan bersaing dengan negara lain.Sementara itu, Direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Purwono Widodo mengatakan, momok bagi industri baja saat ini adalah praktik perdagangan yang tidak adil. "Kelihatannya kita suka membuka-buka pasar dengan perjanjian perdagangan bebas dan sebagainya, tetapi tidak siap dengan permainan canggih pihak sana," ujar Purwono.Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, industri hulu membutuhkan modal besar dan pasar yang cukup untuk menyerap.Terkait dengan penurunan permintaan di pasar domestik, Ari menuturkan, China dalam kalkulasinya sekarang menyertakan pasar ASEAN dalam keberlanjutan industri mereka.Ari mengatakan, salah satu keunggulan China adalah di riset. Biaya produksi di industri akan turun ketika riset dibiayai pemerintah, semisal melalui laboratorium-laboratorium di universitas."Riset dan pengembangan China dilakukan di universitas. Korea sama saja. Kalau di Indonesia, universitas melakukan riset yang akan dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional," ujar Ari. (CAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000