logo Kompas.id
EkonomiIndustrialisasi Bisa Terlambat
Iklan

Industrialisasi Bisa Terlambat

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu atau SKPT yang digulirkan pemerintah dikhawatirkan tidak mencapai target. Hal ini seiring pemangkasan anggaran SKPT di Kementerian Kelautan dan Perikanan senilai Rp 114 miliar tahun ini."Ada ketidaksiapan perencanaan SKPT oleh pemerintah sehingga pembangunan infrastruktur vital untuk mempercepat industrialisasi perikanan di wilayah pinggiran menjadi terlambat," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Mohammad Abdi Suhufan, di Jakarta, Jumat (4/8). Anggaran SKPT dipangkas dari Rp 771,8 miliar menjadi Rp 657,8 miliar dalam APBN-P 2017. Akibatnya, anggaran untuk delapan dari 12 lokasi SKPT berkurang.Delapan SKPT itu berlokasi di Biak dan Mimika (Papua), Rote Ndao dan Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur), Saumlaki (Maluku Tenggara Barat), Sabang (Aceh), Mentawai (Sumatera Barat), dan Talaud (Sulawesi Utara). Proyek SKPT telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Presiden juga telah menerbitkan Instruksi Presiden No 6/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional dan Perpres No 3/2017 tentang Rencana Aksi Industrialisasi Perikanan.Menurut Abdi, pembangunan SKPT yang lamban tidak sejalan dengan kebijakan Presiden untuk percepatan pembangunan kelautan dan perikanan. Ia mencontohkan, rencana pembangunan gudang pendingin terintegrasi di Saumlaki berkapasitas 200 ton senilai Rp 20 miliar batal dilaksanakan tahun ini. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengizinkan 30 kapal ikan yang sebelumnya menggunakan alat tangkap cantrang berukuran di atas 30 gros ton (GT) asal Indramayu untuk mengalihkan penangkapan ikan ke Laut Arafura. "Batalnya pembangunan unit pengolahan ikan di Mimika dan Saumlaki tahun ini akan menimbulkan masalah hasil tangkapan ikan yang tak bisa langsung diolah. Biaya logistik perikanan tidak bisa ditekan jika unit pengolahan tidak terbangun di lokasi SKPT," tutur Abdi. Abdi juga mengingatkan, pembangunan SKPT Natuna sebagai andalan sentra kelautan perikanan di wilayah terdepan Indonesia juga terkendala kecukupan pasokan listrik. Padahal, pemerintah telah menargetkan pemindahan 300 nelayan pantai utara Jawa ke wilayah tangkapan di Natuna tahun ini. Tanpa kesiapan infrastruktur, lanjut Abdi, rencana itu sulit terwujud. Secara terpisah, Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Saifuddin mengemukakan, pada akhir Juli telah dilakukan penandatanganan perjanjian penyambungan baru tenaga listrik antara KKP dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) cabang Tanjung Pinang (Kepulauan Riau) untuk listrik Pelabuhan Perikanan Selat Lampa Natuna. Tahap awal sambungan listrik itu sebesar 865 kilovoltampere dari total kebutuhan listrik yang diajukan sebesar 6.000 kilovoltampere.Jumlah kapal ikan dengan ukuran di atas 30 GT di Natuna yang sudah mengantongi izin pemerintah pusat sebanyak 903 kapal. "Pemindahan nelayan dilakukan secara bertahap," kata Saifuddin. (LKT)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000