logo Kompas.id
EkonomiSerapan Belanja Masih Lambat
Iklan

Serapan Belanja Masih Lambat

Oleh
· 3 menit baca

JEMBER, KOMPAS — Penyerapan belanja daerah masih sangat lambat. Sampai Agustus 2017, belanja daerah rata-rata hanya 31,91 persen sehingga anggaran daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 220 triliun. Presiden Joko Widodo kesal terhadap lambannya realisasi belanja daerah ini.Presiden berharap agar para kepala daerah mempercepat kerja di wilayah masing-masing. Jumlah dana daerah yang masih mengendap di bank-bank pembangunan daerah ataupun di bank lainnya, menurut Presiden, mencapai Rp 220 triliun."Sanksi akan disiapkan karena sampai hari ini saya lihat di rekening masih ada Rp 220 triliun yang berada di rekening BPD dan di bank-bank yang lain. Kalau uang itu bisa beredar di pasar, bisa beredar di daerah, itu akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi," kata Presiden Joko Widodo di sela kunjungan kerja di Jember, Jawa Timur, kepada wartawan, Minggu (13/8).Dalam catatan Kementerian Dalam Negeri, realisasi belanja APBD provinsi sampai triwulan II-2017 rata-rata hanya 31,91 persen. Realisasi belanja tertinggi hanya di beberapa provinsi, seperti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Selatan, dengan 42,3 persen, Sulawesi Utara 42 persen, dan DI Yogyakarta 40,5 persen. Adapun provinsi dengan realisasi terendah adalah Provinsi Papua dan Kalimantan Utara dengan 21 persen dan 22 persen.Tahun ini, jumlah transfer ke daerah dan dana desa meningkat dari realisasi tahun 2016 yang Rp 710,9 triliun menjadi Rp 764,9 triliun. Peningkatan ini diharapkan bisa meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan daerah.Pada 2015, pemerintah juga menerapkan sanksi untuk daerah yang mengendapkan anggaran daerah terlalu banyak di bank. Untuk pemerintah daerah yang malas menyerap dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH), sanksi berupa konversi dana tunai menjadi surat utang negara (SUN). Adapun untuk pemda yang lamban menyerap dana alokasi khusus (DAK), sanksi yang diberikan adalah penghentian sementara atau pemotongan penyaluran DAK tahun anggaran berjalan.Sistem pajakSementara itu, sistem pajak di Indonesia dinilai hanya efektif ke bawah, tetapi lembek ke atas. Penggalian pajak pada kelompok menengah bawah sudah cukup optimal. Namun, bagi kelompok atas, kebijakan dan administrasinya memberikan banyak celah.Bahkan, perlakuan bagi kelas atas juga khusus dan meringankan. "Dalam teori perpajakan, memang ada kecenderungan pemberlakuan beda antara kelompok menengah-bawah dan atas," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir di Padang, Sumatera Barat.Kelompok pendapatan atas adalah pengusaha atau investor yang merujuk pada pemilik korporasi besar. Adapun kelompok pendapatan menengah bawah umumnya adalah karyawan atau buruh. Pengusaha yang masuk kelompok menengah bawah adalah para pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah.Skema tarif Pajak Penghasilan (PPh) individu di Indonesia hanya mengenal empat kategori. Tarif untuk pendapatan di atas Rp 500 juta per tahun sebagai kategori tertinggi sebesar 30 persen. Menurut Revrisond, skema itu jauh dari progresif sehingga belum mencerminkan rasa keadilan.Menurut Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal, realisasi penerimaan pajak, termasuk PPh migas, 1 Januari-31 Juli 2017 adalah Rp 601 triliun. Sumbangan terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), meliputi PPN dalam negeri sebesar 22 persen dan PPN impor 13,32 persen.Berikutnya PPh badan sebesar 15,7 persen. Adapun PPh individu karyawan sebesar 12 persen. Sementara PPh nonkaryawan adalah 1 persen dan PPh final 10 persen. Sisanya disumbang oleh PPh migas dan pajak lainnya.Komposisi tersebut menunjukkan bahwa sumbangan kelompok pendapatan menengah-bawah dan atas lebih kurang sama. (INA/LAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000