Tanpa agen asuransi andal, mustahil industri ini dapat berkembang. Menurut survei Otoritas Jasa Keuangan, pada 2016, tingkat literasi asuransi turun menjadi 15,76 persen dari 17,8 persen dari survei 2013. Penurunan ini disebabkan karena pada survei 2013, belum ada pemisahan indeks Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sementara tingkat inklusi asuransi naik sedikit dari 11,8 persen menjadi 12 persen pada 2016.
Penetrasi asuransi masih rendah. Per triwulan I-2017, penetrasinya hanya 2,7 persen dari produk domestik bruto, lebih rendah dari Singapura, Malaysia, atau Thailand yang sudah berada di atas 5 persen. Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim yakin, pada tahun ini pertumbuhan bisnis asuransi jiwa bisa naik dua digit. Sepanjang 2016, pendapatan premi industri mencapai Rp 167,04 triliun, naik dari Rp 128,6 triliun selama setahun.
Ada beberapa hal yang membuat industri asuransi optimistis antara lain perluasan jangkauan perusahaan asuransi. Kini, jangkauannya tidak hanya kota besar, tetapi juga merambah ke kota kecil di sejumlah daerah. ”Penambahan agen juga berkontribusi. Pada akhir tahun ini, jumlahnya ditargetkan mencapai 600.000 orang,” kata Hendrisman.
Hingga triwulan I-2017, jumlah agen asuransi jiwa 566.356 orang, meningkat 15,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Berbagai program literasi yang dilakukan OJK bersama industri juga membantu peningkatan pemahaman masyarakat mengenai asuransi. Apalagi, ada berbagai kanal penjualan, seperti bancassurance dan penjualan secara daring. Saluran distribusi tersebut membantu penyebaran produk asuransi. Namun, pengembangan agen juga sangat penting. ”Produk asuransi sangat personal. Nasabah menginginkan bertemu dengan agen asuransi untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan kebutuhannya,” kata Country CEO Prudential Indonesia Rinalid Mudahar.
Penjualan secara daring, cocok dilakukan untuk produk asuransi dengan skema sederhana, sudah jelas jangka waktu, premi, dan manfaatnya, seperti asuransi kesehatan berbentuk plan dana tunai perawatan di rumah sakit atau asuransi perjalanan. Penjualan secara daring tidak sepenuhnya dapat menggantikan peran agen asuransi. Ketika membeli produk secara daring, nasabah sudah dihadapkan pada pilihan produk yang tidak dapat diubah lagi.
Untuk membeli produk asuransi yang berjangka panjang, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan finansial, nasabah masih perlu bertatap muka dengan agen. ”Menjual produk asuransi tidak seperti menjual mobil yang fisiknya terlihat jelas dan manfaatnya dapat langsung dirasakan pembeli,” kata Rinaldi.
Agen milenial
Kelangsungan industri asuransi juga berada di tangan agen-agen muda. Tidak hanya muda berdasarkan usia, tetapi juga berdasarkan semangatnya. Banyak hal dilakukan perusahaan asuransi untuk menarik minat anak-anak muda untuk menjadi agen asuransi. Sun Life, misalnya, sependapat bahwa generasi muda merupakan penerus kesuksesan perusahaan. Saat ini, ada sekitar 10.000 agen Sun Life dan 40 persen di antaranya adalah agen-agen muda yang berusia di bawah 35 tahun.
Mengingat karakter agen muda yang berbeda dengan generasi sebelumnya, Sun Life pun membedakan cara pendekatan dengan agen muda ini. Pengembangan agen terbagi menjadi dua berdasarkan segmen usia, yaitu Brighter Gen untuk agen berusia di bawah 35 tahun dan Brighter Pro untuk agen yang berusia di atas 36 tahun.
Untuk Brighter Gen, pendekatan yang digunakan antara lain dengan menggunakan media sosial sehingga lebih mudah masuk ke kalangan anak muda. Marketing Chief Marketing Officer Sun Life Shierly Ge mengatakan, Sun Life juga mengembangkan aplikasi teknologi untuk mempermudah agen-agen muda tersebut. ”Saat ini, generasi muda sangat peka dengan teknologi. Sun Life pun mengaplikasikan teknologi untuk memudahkan agen,” katanya.
Fasilitas itu antara lain adalah My Sun Advisor, yaitu portal agen untuk melihat informasi tentang polis nasabah, persistensi, laporan produksi individu dan tim, serta untuk melihat memo terkait perusahaan. Selain itu, ada juga aplikasi Sun Life Way untuk membantu agen dalam merekrut agen dan aplikasi Sun Smart yang membantu agen untuk membuat ilustrasi.
Perusahaan asuransi lain, Generali, bahkan memiliki 49 persen agen berusia di bawah 35 tahun. ”Sebagian dari mereka sudah ada yang berprestasi dan telah mencapai posisi sebagai leader. Sebanyak 40 persen dari total leader yang ada di Generali Indonesia adalah agen muda,” ujar CEO Generali Indonesia Edy Tuhirman .
Menurut Edy, banyak manfaat yang akan didapatkan oleh agen yang masuk ke industri asuransi ketika berusia muda. Bisnis asuransi merupakan bisnis jangka panjang sehingga semakin muda memulai semakin banyak pula pendapatan dan kesuksesan yang dapat diraih.
Untuk memudahkan agen, terlebih agen muda yang sangat melek teknologi, Generali juga mendidik agennya untuk menjadi wirausaha digital dengan menyediakan berbagai platform aplikasi digital. Ada aplikasi iConnect 2.0 yang merupakan layanan aplikasi digital, perekrutan digital, dan servis digital. ”Selain itu, ada juga layanan berbasis web, seperti iService dan Generali CLICK,” ujar Edy.
Di tangan agen-agen muda inilah masa depan industri asuransi. Segala kemudahan teknologi yang mendukung mereka diharapkan dapat membuat para agen makin berkembang dan memperluas jangkauannya. Dengan demikian, makin banyak orang yang dapat menata perencanaan keuangannya dengan lebih baik. Perencanaan keuangan yang baik, termasuk perencanaan proteksi dengan tepat, membuat keluarga menjadi lebih aman. Ketika pencari nafkah utama terkena risiko, sudah ada asuransi yang melindungi.