Pedagang Tanah Abang Mulai Berjualan secara Daring
Oleh
DD02
·4 menit baca
[caption id="attachment_1218632" align="alignnone" width="720"] Suasana Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Senin (14/8). Beberapa pedagang di Tanah Abang mulai mempertimbangkan berbisnis secara daring untuk menambah penghasilan.[/caption]
JAKARTA, KOMPAS — Pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mulai menjual barang secara daring. Hal itu dilakukan untuk menambah penjualan dan mengantisipasi turunnya jumlah pembeli.
Salah satu pedagang yang berjualan secara daring adalah Jony (36). Pedagang yang menjual busana wanita ini mulai menjual dagangannya di toko daring Shopee dari dua bulan lalu. ”Awalnya malas, tetapi lama-lama tertarik. Agak membantu juga biarpun masih sedikit yang terjual,” kata Jony, Senin (14/8).
Pria pemilik toko Queenz di Blok B Pasar Tanah Abang itu menyebutkan, dalam seminggu ia baru dapat menjual dua atau tiga baju secara daring. Bisnis daringnya itu memang belum dapat menggantikan penjualan di pasar sendiri.
”Yang terjual masih lebih banyak di pasar karena pembeli bisa langsung tahu kualitas barangnya. Kelemahan online kan tidak bisa lihat barangnya langsung,” kata Jony.
Jony biasanya baru menurunkan harga barang jika ditawar pembelinya. Namun, di toko daring ia terpaksa menurunkan harga awal barangnya juga. ”Saya perhatikan yang lebih mahal itu lebih sulit terjual,” ujar Jony.
Jony mulai tertarik dengan strategi dagang itu karena merasakan jumlah penjualannya di Pasar Tanah Abang menurun. Penurunan itu dia rasakan mulai tahun 2015. Tahun lalu, pendapatan per bulannya dapat mencapai sekitar Rp 3 juta. Kini pendapatannya turun menjadi sekitar Rp 2 juta. Tiap harinya kini ia hanya dapat menjual dua baju per hari atau sepuluh jika ramai. Ia mengandalkan penjualan hari Sabtu saat pengunjungnya paling banyak.
Penjualan secara daring dilakukan juga oleh Yosua Ardi (19), salah satu pemilik toko Vergi Collection di Blok B. Baru tiga bulan ia menjual baju muslim di Tanah Abang dan daring secara bersamaan.
Ardi sengaja tetap membuka toko fisik di pasar dan tidak hanya mengandalkan daring, tetapi tokonya yang berada di Tanah Abang Blok B itu justru tidak laku. Tokonya yang di pasar lebih ia gunakan sebagai tempat menyimpan stok barang. ”Hampir semua yang terjual dari online. Saya jaga toko seharian tidak ada yang beli. Mungkin hanya satu atau dua orang yang beli. Lebih sering seharian tidak laku,” ujar Ardi.
Karena baru berjualan tiga bulan, Ardi belum merasa memperoleh laba. Menurut Ardi, pendapatan total per bulannya sekitar Rp 1 juta.
Salah satu pedagang yang enggan beralih ke bisnis daring adalah Amrizal Sutan Bagindo (52). Ia menjual pakaian muslim anak, pria, dan wanita.
Pemilik toko AA Fashion itu juga menganggap penjualan mulai sepi dari tahun 2015. Hasil penjualannya sekarang hanya dapat menutupi pengeluarannya sehari-hari. Pendapatannya per bulan sekitar Rp 1 juta. Ia juga masih harus membayar sewa tempat berjualannya Rp 25 juta per tahun. Padahal, menurut Amrizal, pada tahun 2010 ia dapat mengeruk penghasilan Rp 7 juta per bulan.
Selain menganggap keberadaan bisnis daring sebagai penyebab sepinya pembeli, ia juga berpendapat kini ada banyak penjual yang mengambil barang langsung dari pabriknya di Bandung atau Tasikmalaya, kemudian menjualnya kembali dengan mobil di jalan. Salah satu tempat mereka berjualan adalah di dekat Stasiun Tanah Abang sehingga pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar.
Amrizal tidak membuka toko daring karena merasa repot dengan persyaratannya. ”Tidak ada yang bisa membantu juga,” ujarnya. Padahal, menurut Amrizal, banyak pembeli di tokonya yang menjual kembali barang dagangannya secara daring.
“Biasanya mereka minta izin untuk foto dagangan saya. Mereka iklankan, lalu kalau ada yang pesan baru beli di tempat saya,” kata Amrizal.
Pertimbangan pembeli
Harga yang murah menjadi pertimbangan utama pembeli untuk berkulakan atau membeli secara eceran di Pasar Tanah Abang. Salah satunya adalah Rani Puspita (20), salah satu pembeli sekaligus pedagang pakaian daring di Tokopedia. Dalam seminggu, ia datang ke Pasar Tanah Abang empat kali untuk menambah persediaan barang dagangannya. Ia sering membeli persediaan karena banyak yang membeli dagangannya tiap akhir minggu.
”Biasanya memang beli di sini karena murah. Kalau di luar seperti di mal itu harganya bisa tiga kali lipat untuk jenis barang yang sama,” kata Rani.
Rani biasa mengambil untung Rp 3.000 atau Rp 5.000 untuk setiap barang yang ia jual kembali. Ia menjual pakaian pria dan wanita, tetapi lebih banyak yang membeli kemeja pria. Awalnya tidak banyak yang membeli barang dagangannya ketika ia membuka toko daringnya tahun lalu. Namun, lama kelamaan banyak yang mulai mengenalnya dan mengetahui kualitas barang yang ia jual.
Joko Mulyono (60), pembeli lain, juga menganggap barang-barang di Tanah Abang lebih murah dari tempat lain. Karena itulah ia rela datang dari rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk membeli kaus di Tanah Abang. ”Beli 55 kaus untuk acara jalan sehat tujuh belasan di RW saya. Harga satuannya Rp 70.000, tetapi kalau beli banyak dihargai Rp 60.000,” kata Joko.
Joko memang biasa memborong baju untuk acara di kampungnya di Tanah Abang. Tahun lalu ia juga membeli seragam untuk acara Idul Adha warga di Tanah Abang. Menurut Joko, harga pakaian di pasar di dekat rumahnya masih kalah murah dengan harga di Pasar Tanah Abang. (DD02)