JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan salah satu kunci pertumbuhan ekonomi baru, terutama ekonomi kreatif di Indonesia. Potensinya terhadap perekonomian nasional cukup besar sehingga perlu dikembangkan melalui pendekatan ekonomi lokal.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan Pameran Kain dan Kerajinan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2017 yang digelar Bank Indonesia (BI), di Jakarta Convention Center Jumat (18/8).
Pameran yang berlangsung pada 18-20 Agustus tersebut dibuka Ibu Negara Nyonya Iriana Joko Widodo dan Nyonya Mufidah Jusuf Kalla. Mereka didampingi Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga, serta Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.
Agus mengatakan, potensi UMKM, terutama yang bergerak di sektor ekonomi kreatif, sangat besar. Sumbangan sektor tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2015 sebesar 7,4 persen atau Rp 852 triliun.
Serapan tenaga kerja di sektor itu sangat besar, yaitu 15,9 juta orang, yang sekitar 45 persen di antaranya perempuan. Subsektor yang paling berkontribusi adalah mode, kriya, dan kuliner, dengan total kontribusi 75 persen.
"Sektor ekonomi kreatif tersebut juga mencetak perempuan pengusaha, yaitu 22,6 persen dari total pelaku usaha. Mayoritas pelaku usaha tersebut bergerak di subsektor mode," ujar Agus.
Menurut Agus, besarnya sektor ekonomi kreatif tersebut perlu mendapatkan perhatian karena dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Sektor ekonomi kreatif dapat menjadi salah satu kunci dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi baru sekaligus mengangkat citra daerah.
BI turut mengembangkan sektor tersebut melalui pendekatan ekonomi lokal di daerah-daerah lokasi kantor BI. Upaya yang dilakukan di antaranya memfasilitasi peningkatan kapasitas UMKM, pembinaan, memberikan akses pembiayaan, promosi, dan pemasaran.
"Hingga kini BI sudah mendampingi dan membina 512 UMKM. Produk unggulan UMKM binaan BI adalah kain tradisional daerah," katanya.
Di Sumatera, BI antara lain mengembangkan kain songket Deli dan batik Jambi. BI juga mengembangkan kerajinan tas bordir motif Aceh dan tas rajutan Riau. Di Jawa, BI antara lain mendampingi perajin tenun Garut, tenun Baduy, batik Tegal, batik Lasem, kerajinan kulit, kerajinan tembaga, dan kerajinan lampu hias kerang.
Di Kalimantan, BI mengembangkan kain batik sasirangan, batik Balikpapan, tenun Samarinda, tenun Sambas, dan kerajinan rotan. Adapun di wilayah Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, BI mengembangkan tenun sekomandi (Sulawesi Barat), tenun Donggala, tenun ikat Sumba, tenun endek, kebaya bordir, tenun buna Timor, tenun Buton, batik Papua, alat musik sasando, dan kerajinan kayu hitam.
Daerah pinggiran
Triawan Munaf mengemukakan, pengembangan ekonomi kreatif perlu dilakukan semua kalangan. Sektor perbankan telah mengembangkannya secara bertahap dengan memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha ekonomi kreatif.
Tahun ini hingga tahun depan, Badan Ekonomi Kreatif menggarap ekonomi kreatif di daerah pinggiran, kepulauan, dan perbatasan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengirimkan desainer-desainer dan tim kreatif ke sejumlah daerah tersebut.
"Ada sekitar 120 kabupaten dan kota yang kami kembangkan ekonomi kreatifnya. Dari sisi anggaran, dana kami terbatas karena ada penghematan sekitar Rp 200 miliar pada tahun ini," katanya. (HEN)