JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 3.255 tenaga kerja di sektor konstruksi disertifikasi secara serentak. Dengan mendapatkan sertifikat sebagai tenaga kerja terampil, diharapkan tenaga kerja konstruksi Indonesia semakin berdaya saing di dalam negeri ataupun di luar negeri.
”Sertifikasi ini tidak hanya kewajiban Undang-Undang Jasa Konstruksi, tetapi juga harus memberikan manfaat bagi tenaga kerja konstruksi. Mereka yang sudah tersertifikasi akan mendapatkan upah lebih tinggi dan bisa bekerja di luar negeri,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dalam kegiatan sertifikasi tenaga kerja terampil di kompleks Gelora Bung Karno, Senin (21/8), di Jakarta.
Berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF), daya saing infrastruktur Indonesia pada 2016 berada di urutan ke-60, naik dari urutan ke-62 pada tahun sebelumnya. Namun, peringkat Indonesia masih berada di bawah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei.
Sementara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mewajibkan setiap pengguna jasa dan penyedia jasa untuk mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja. UU tersebut juga memuat sanksi jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, yakni penghentian sementara jasa konstruksi.
Adapun 3.255 tenaga kerja yang disertifikasi terdiri dari 3.047 berkualifikasi tenaga kerja terampil dan 208 peserta bimbingan teknis keahlian. Sertifikasi tenaga kerja terampil tersebut meliputi tukang, mandor, drafter, surveyor, operator, pelaksana, dan pengawas.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib mengatakan, ada sekitar 7 juta tenaga kerja di sektor jasa konstruksi. ”Tahun ini setelah melakukan kerja sama dengan badan usaha milik negara dan swasta, targetnya 500.000 tenaga kerja disertifikasi,” kata Yusid.