JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan menetapkan 14 barang kebutuhan pokok tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116 Tahun 2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), menyebutkan 14 barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN. Sebanyak 11 barang di antaranya merupakan komoditas yang telah ditetapkan pada aturan lama. Adapun tiga barang lainnya adalah baru.
Sebanyak 11 barang kebutuhan pokok yang ditetapkan pada aturan lama meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-mayur. Seluruh barang tersebut tetap dipertahankan dalam aturan baru. Tambahannya adalah ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. Khusus untuk garam, pada aturan baru disebut lebih spesifik, yakni garam konsumsi.
”Penambahan ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula dalam daftar kebutuhan pokok tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui pesan tertulis kepada Kompas, Jumat (25/8).
Menurut Sri Mulyani, barang kebutuhan pokok sebagaimana disebutkan dalam UU tentang PPN diatur sebagai bukan barang kena pajak. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653 Tahun 2001 tentang Barang-barang Kebutuhan Pokok yang atas Impor dan/atau Penyerahannya Tidak Dikenakan PPN dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521 Tahun 2001 tentang Penyerahan Tidak Dikenakan PPN.
Dihubungi di Jakarta, Darussalam dari Danny Darussalam Tax Center, berpendapat, aturan baru itu menunjukkan dua hal yang cukup penting. Pertama adalah keberpihakan pemerintah kepada masyarakat golongan bawah. Alasannya, PPN di Indonesia memiliki tarif tetap 10 persen.
Beban sama
Beban pajak yang ditanggung oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah sama. Adanya kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN tersebut pada dasarnya adalah upaya mengoreksi regresivitas.
Kedua, pemerintah ingin membantu masyarakat miskin melalui subsidi pajak. Subsidi pajak merupakan instrumen pemerintah untuk membantu masyarakat miskin selain subsidi langsung.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin melalui siaran pers, menyatakan, APTRI mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan yang menetapkan gula konsumsi sebagai barang tidak dikenai PPN. Mengingat aturan baru tersebut berlaku per 16 September, APTRI berharap ketentuan berlaku fleksibel.
”Artinya, kalau pedagang dalam minggu ini mau membeli gula tani, ya, jangan dikenakan PPN,” kata Nur. (LAS)