logo Kompas.id
EkonomiKetimpangan Tinggi Bisa...
Iklan

Ketimpangan Tinggi Bisa Terjadi di Kalimantan Barat

Oleh
· 2 menit baca

PONTIANAK, KOMPAS — Ketimpangan tinggi berpotensi terjadi di Kalimantan Barat jika tidak ada perubahan struktur perekonomian. Hal itu terjadi karena perekonomiannya bertumpu pada komoditas, baik perkebunan maupun pertambangan yang sebagian besar dikuasai oleh para pemilik konsesi.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro saat memberi kuliah umum di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (28/8), mengatakan, pada 2011 rasio gini Kalbar 0,4. Pada 2012, rasio gini sempat turun menjadi 0,38 dan naik lagi pada 2013 menjadi 0,4. Pada 2016, angkanya turun lagi menjadi 0,34.Sepanjang 2011-2016, angkanya memang turun dan bahkan pada 2016 lebih rendah dibandingkan dengan rasio gini nasional 0,39. Namun, rasio gini di Kalbar berpotensi tinggi karena basis perekonomian daerah ini adalah komoditas pertambangan dan perkebunan. Masyarakat yang mendapatkan keuntungan jika harga komoditas melonjak adalah para pemilik konsesi."Saat harga komoditas melonjak, pemilik konsesi akan memiliki pendapatan yang luar biasa besar jika dibandingkan dengan perbaikan pendapatan yang dinikmati para pekerja di sektor tersebut. Apalagi, komoditas di Kalbar dimiliki skala korporasi," kata Bambang.Karena itu, Bambang berpesan kepada pemangku kebijakan di Kalbar untuk melakukan perubahan ekonomi secara struktural. Perubahan itu diwujudkan dengan membangun perkebunan rakyat.Saat harga komoditas melonjak, rasio gini Kalbar tertinggi di Pulau Kalimantan, yakni pada kisaran 0,38-0,4. Di Kalimantan Timur, misalnya, saat harga komoditas melonjak, rasio gini 0,38 dan ada kecenderungan turun ke 0,35."Kalbar harus hati-hari melihat komoditas. Jika tidak dikelola dengan baik, komoditas akan menimbulkan ketimpangan karena dikuasai korporasi. Sektor komoditas perlu didorong berbasis rakyat agar pendapatan meningkat signifikan. Jangan eksklusif dimiliki oleh pemilik modal saja," ujar Bambang.Perkebunan rakyat juga bisa berbasis usaha kecil dan menengah (UKM). Dengan demikian, masyarakat akan menikmati pendapatan yang lebih besar karena menjadi pemilik.Milik rakyatGuru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Eddy Suratman menjelaskan, agar sektor komoditas menjadi sektor milik rakyat, pemerintah daerah hendaknya jangan memperpanjang izin. "Saat izin konsesi selesai, aturlah mekanismenya agar aset tanah dan kebun bisa kembali ke tangan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat kembali memiliki aset," kata Eddy.Selain itu, lahan juga jangan diberikan lagi kepada korporasi. Pemerintah daerah hendaknya berpihak kepada masyarakat lapisan bawah. Ketimpangan berpotensi buruk bagi stabilitas sosial di daerah dan nasional. (ESA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000