WONOSARI, KOMPAS — Untuk menyambut beroperasinya bandar udara baru di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tahun 2019, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengintensifkan pengembangan desa-desa wisata di provinsi tersebut. Desa-desa wisata itu diharapkan dapat menambah daya tarik wisata DIY sehingga peningkatan jumlah wisatawan setelah keberadaan bandara di Kulon Progo benar-benar bisa dimanfaatkan.
”Dengan pembangunan bandara baru di Kulon Progo, pengembangan desa-desa wisata dilakukan lebih intensif,” ujar Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta di sela-sela peluncuran Rintisan Desa Wisata Budaya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, Rabu (30/8/2017).
Aris mengatakan, pengoperasian bandara di Kulon Progo tahun 2019 dipastikan akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke DIY, terutama dari mancanegara. Hal ini karena bandara baru itu dapat didarati pesawat-pesawat berbadan lebar sehingga penerbangan dari sejumlah negara bisa langsung ke Yogyakarta tanpa harus transit. Hal itu berbeda dengan kondisi saat ini karena Bandara Internasional Adisutjipto di Kabupaten Sleman, DIY, tidak bisa didarati pesawat berbadan lebar.
Menurut Aris, pihaknya mendorong pengembangan desa-desa wisata untuk menambah daya tarik wisata di DIY. Dengan adanya desa-desa wisata itu, para wisatawan yang nantinya mendarat di bandara Kulon Progo diharapkan tidak hanya mengunjungi destinasi wisata populer, seperti Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah; Candi Prambanan di Sleman, atau Keraton Yogyakarta dan kawasan wisata Malioboro di Kota Yogyakarta. ”Kami harapkan desa-desa wisata itu bisa menjadi ’penyeimbang’ agar wisatawan tidak hanya terkonsentrasi di Candi Borobudur,” ujar Aris.
Menurut Aris, Pemprov DIY mendorong pengembangan desa wisata dalam tiga aspek, yakni produk, layanan, dan manajemen. Beberapa upaya yang dilakukan Pemprov DIY antara lain memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di desa wisata serta membantu pengembangan fasilitas di desa wisata.
”Misalnya, di Mangunan, Kabupaten Bantul, DIY, itu kan produknya (obyek wisata) sudah ada, tapi belum ada tempat parkir, toilet, dan tempat kuliner yang memadai. Makanya, kami bantu dengan membangun tempat parkir, toilet, dan mengembangkan tempat kuliner,” tutur Aris.
Dia menambahkan, saat ini ada 115 desa wisata di DIY. Dari jumlah itu, sekitar 20 persen desa wisata yang sudah maju, 30 persen merupakan desa wisata yang berkembang, dan 50 persennya adalah desa wisata dalam tahap rintisan. Desa wisata yang sudah maju antara lain Desa Wisata Pentingsari di Kabupaten Sleman dan Desa Wisata Nglanggeran di Gunung Kidul.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta aparat pemerintahan desa untuk aktif mengembangkan desa wisata. Dalam pengembangan desa wisata itu, kata Sultan, aparatur desa bisa bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang berkompetensi. ”Pengelola desa wisata juga bisa membentuk koperasi lalu memberikan pinjaman pada warga untuk memperbaiki rumahnya agar bisa menjadi penginapan yang memadai bagi wisatawan,” katanya.
Potensi budaya
Sementara itu, Kepala Desa Tegalrejo Sugiman mengatakan, desanya mengandalkan potensi budaya untuk menarik para wisatawan. Salah satu produk budaya andalan Desa Tegalrejo adalah batik tulis dengan zat pewarna alami. ”Tradisi membatik memang sudah turun-temurun di desa kami. Sekarang ini ada ratusan pembatik di desa kami,” katanya.
Sugiman menuturkan, selain batik, potensi lain yang juga dimiliki Desa Tegalrejo adalah kerajinan dan produk olahan makanan. ”Ke depan, kami berencana membentuk badan usaha milik desa untuk mengelola desa wisata,” ujarnya.
Dia menambahkan, pengembangan desa wisata di Tegalrejo didukung Grup Astra melalui Yayasan Pendidikan Astra-Michael D Ruslim.
Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Astra-Michael D Ruslim, Arietta Adrianti, mengatakan, Desa Tegalrejo memiliki sejumlah potensi yang bisa diangkat sebagai daya tarik wisata. Kondisi itulah yang mendorong Yayasan Pendidikan Astra-Michael D Ruslim tertarik untuk mendukung pengembangan desa wisata tersebut.
”Pembentukan desa wisata budaya ini merupakan wujud konkret kepedulian Astra di Kabupaten Gunung Kidul sejak 10 tahun lalu,” katanya.