JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan pemangku kepentingan terus mencari solusi mengenai penggunaan alat tangkap cantrang oleh nelayan. Pemerintah tetap akan melarang penggunaan cantrang mulai akhir tahun ini, sementara nelayan mendesak kebijakan tersebut ditinjau kembali.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, sejauh ini pemerintah tetap ingin mengganti alat tangkap cantrang, yakni alat tangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel. Alat tangkap ini termasuk alat tangkap yang merusak lingkungan. ”Tetapi, proses pergantian dari cantrang ke alat tangkap yang baru masih ada kendala karena memerlukan biaya. Sementara para nelayan (saat ini) masih punya tanggungan utang kepada bank,” kata Teten Masduki di Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/9).
Teten menambahkan, proses penggantian alat tangkap cantrang ke alat tangkap baru yang ramah lingkungan tidak mudah. Oleh karena itu, proses ini memerlukan intervensi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terutama bantuan untuk mendapatkan skema pembiayaan. ”Kami tegaskan itu kebijakan yang ingin diteruskan, tetapi para nelayan itu menganggap bahwa kebijakan cantrang tersebut harus ditinjau kembali,” kata Teten Masduki.
Nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia mendatangi Kantor Staf Presiden untuk menyampaikan aspirasi mereka, Jumat (8/9). Para nelayan menyampaikan kajian akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dipimpin Nimmi Zulbainarni terkait dengan penggunaan alat tangkap cantrang. Kajian itu dibuat pada Mei 2016 dengan contoh lokasi di Tegal, Brebes, Batang, Pati, dan Rembang (Jawa Tengah). Menurut kajian Nimmi dan kawan-kawan, cantrang yang sudah dipakai nelayan tidak merusak lingkungan. Mereka merekomendasikan penggunaan cantrang tidak perlu dilarang, cukup dikendalikan.
Teten menyampaikan, ia menghargai kajian itu dan menerimanya sebagai masukan. Dia menyarankan perwakilan nelayan juga menyampaikan usulan itu kepada KKP. Saat ditanya apakah pemerintah akan mengakomodasi aspirasi nelayan, Teten menyatakan, untuk sementara pemerintah mengacu pada perpanjangan penggunaan alat cantrang sampai akhir tahun. ”Nanti kita lihat lagi pada akhir tahun, sudah seberapa persen peralihan dari cantrang ke alat yang lebih ramah lingkungan,” ujar Teten.
Pemerintah melarang penggunaan alat tangkap yang dianggap tidak ramah lingkungan, di antaranya alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang, dogol, arad, dan sejenisnya. Larangan ini semula akan diberlakukan per Januari 2017, dengan batas waktu hingga Juni 2017, bagi nelayan untuk beralih ke alat tangkap yang ramah lingkungan (Kompas, 4/4). Namun, tenggat waktu itu diperpanjang hingga akhir tahun ini.