logo Kompas.id
EkonomiBappenas Kekurangan Proyek
Iklan

Bappenas Kekurangan Proyek

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Badan Perencanaan Pembangunan Nasional kekurangan proyek infrastruktur yang siap ditawarkan. Sementara investor yang tertarik mendanai melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah diklaim terus bertambah."Perkembangan daftar investor yang berminat masuk melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) lebih cepat ketimbang daftar proyek yang siap," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro dalam wawancara dengan Kompas di Jakarta, Jumat (8/9). PINA merupakan skema pembiayaan yang tidak melibatkan APBN atau jaminan pemerintah. Konsep yang digunakan adalah menggandeng investor untuk menambah modal pemilik proyek. Dengan cara itu, pemilik proyek mampu menarik kredit yang lebih besar untuk merealisasikan investasi. Biasanya, kredit yang bisa ditarik sebesar empat kali lipat dari modal. Dalam konteks ini, Bappenas berperan memfasilitasi dan mempertemukan pihak yang membutuhkan tambahan modal dengan sumber-sumber pendanaan jangka panjang di dalam negeri dan luar negeri. Sumber dana paling potensial adalah dana pensiun, dana asuransi, dan dana korporasi.Kriteria proyek yang ditawarkan adalah layak komersial dengan tingkat pengembalian minimum 13 persen. Dengan demikian, proyek dikategorikan dapat dilaksanakan (feasible) dan layak pembiayaan dari perspektif bank (bankable). Skema ini dikembangkan untuk melengkapi kebutuhan anggaran infrastruktur yang bersumber dari APBN dan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. Menurut Bambang, sejumlah investor dari luar negeri berminat untuk ambil bagian, yakni dari Australia, China, Jepang, dan Korea. Investor tersebut antara lain berupa pengelola dana pensiun, lembaga pembiayaan milik pemerintah, dan korporasi. "Ada tanda positif, bisa masuk tahun ini atau tahun depan," kata Bambang.BUMN didorong Bambang mengatakan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah mendorong BUMN untuk keluar dari zona nyaman. Selama ini, BUMN dengan mudah mendapatkan penyertaan modal negara. Namun, untuk mendapatkan suntikan modal melalui skema PINA, BUMN dituntut jauh lebih disiplin dalam tata kelola dan penyiapan proyek. "Salah satu yang kurang adalah daftar proyek yang siap. Ini yang dibutuhkan untuk meyakinkan calon investor. Tidak bisa hanya bicara skemanya saja," katanya.Direktur Investasi PT Taspen (Persero) Iman Firmansyah dalam diskusi tentang PINA beberapa waktu lalu, mengatakan, kewajiban Taspen bersifat jangka panjang. Oleh sebab itu, pengelolaan dana pensiun yang selama ini ditanamkan pada investasi jangka pendek-menengah harus digeser ke investasi jangka panjang. Saat ini, kata Iman, terjadi penurunan tingkat pengembalian dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya pada deposito, obligasi korporasi, dan Surat Utang Negara (SUN). "Untuk memenuhi target laba, investasi jangka pendek, sekaligus tujuan investasi jangka panjang untuk memenuhi kewajiban, maka instrumen investasi pembangunan infrastruktur jadi pilihan," kata Iman. Tahun ini, Bappenas menargetkan suntikan modal melalui PINA sebesar 1,5 miliar dollar AS atau hampir Rp 20 triliun untuk lima proyek. Pada Februari, PINA diterapkan untuk proyek pembangunan jalan tol milik PT Waskita Toll Road. Sampai dengan akhir tahun ini, empat proyek lainnya direncanakan menyusul, yakni Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB), pembangkit listrik, serta beberapa ruas tol di Trans-Jawa, Jabodetabek, dan luar Jawa. Pada 2018, tambahan modal melalui PINA ditargetkan meningkat menjadi 3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun untuk 20 proyek. Pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur pada 2015-2019 sebesar Rp 4.796 triliun. Kemampuan APBN dan APBD diperkirakan hanya 41,3 persen. Sisanya melalui BUMN dan swasta. Mengutip catatan Bappenas, potensi pendanaan dari dalam negeri besar. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan per Maret 2017, dana asuransi mencapai Rp 816 triliun dan dana pensiun mencapai Rp 230 triliun. Sementara per akhir 2016, investasi dana asuransi antara lain ditempatkan di SUN (28,3 persen), saham (22,3 persen), dan reksa dana (17 persen). Adapun untuk dana pensiun sekitar 24,6 persen di deposito, 23,5 persen di SUN, dan 22,8 persen di obligasi atau sukuk. Porsi penempatan langsung masih kurang dari 1 persen. (LAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000