Kiara dan PPNI Gelar Simposium dan Festival Perempuan Nelayan
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) menggelar Simposium dan Festival Perempuan Nelayan, Sabtu (9/9) di Cemara 6 Galeri, Jakarta. Kegiatan yang mengusung tema “Perempuan Nelayan Berdaulat, Mandiri dan Sejahtera” diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari diskusi, pentas seni hingga pameran foto serta pemutaran video yang menampilkan potret perempuan nelayan.
Kegiatan ini diharapkan menjadi gerakan untuk memperkuat posisi perempuan nelayan yang selama ini dinilai belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Padahal perempuan nelayan adalah aktor penting dalam sektor perikanan.
Sekitar 50 perempuan nelayan yang berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai Kepulauan Aru hadir menjadi peserta aktif dalam Pertemuan Nasional PPNI tersebut. Pada forum tersebut, mereka memilih Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPNI dan Dewan Presidium Nasional PPNI.
Sekjen PPNI terpilih, Masnuah mengungkapkan PPNI merupakan representasi gerakan perempuan nelayan di Indonesia yang diinisiasi sejak tahun 2010. “Perempuan yang hadir dalam pertemuan nasional PPNI membahas berbagai hal yang terkait dengan perempuan nelayan,”ujar Masnuah.
Adapun organisasi PPNI, menurut Sekjen Kiara, Susan Herawati, merupakan wadah perempuan nelayan untuk saling belajar dan memperkuat gerakan perempuan nelayan. “PPNI juga menjadi gerakan yang akan terus mendesak hadirnya pengakuan politik dari negara bagi keberadaan perempuan nelayan,” katanya.
Hak dasar
Menurut Susan, negara wajib memperlakukan secara istimewa perempuan nelayan untuk mendapatkan hak-hak dasarnya. Hal itu sejalan dengan Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication yang dikeluarkan oleh FAO.
Adapun hak dasar tersebut adalah, perempuan nelayan berhak mendapat perumahan yang layak; sanitasi dasar yang aman dan higienis; air minum yang aman untuk keperluan individu dan rumah tangga; sumber-sumber energi; tabungan, kredit dan skema investasi; serta mengakui keberadaan dan peran perempuan dalam rantai nilai perikanan skala kecil, khususnya pasca panen.
Selain itu, negara harus menciptakan kondisi bebas dari diskriminasi, kejahatan, kekerasan, pelecehan seksual, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan; menghapuskan kerja paksa; memfasilitasi partisipasi perempuan dalam bekerja; kesetaraan gender merujuk CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan); dan pengembangan teknologi untuk perempuan yang bekerja di sektor perikanan skala kecil.
Pada acara tersebut, sejumlah perempuan nelayan dan peserta simposium mengikuti kegiatan diskusi bertema perempuan dan laut yang menghadirkan sejumlah pembicara yakni Rizal Ramli (mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim), Abdul Hadi WM (Guru Besar Universitas Paramadina Jakarta), Inayah Wahid (putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid), dan Uminatus Saholikan (PPNI).
Diskusi yang dipandu Dewi Chandraningrum (aktivis perempuan dan pengajar Universitas Muhammadiyah Surakarta), mendapat tanggapan dari sejumlah peserta baik dari perempuan nelayan anggota PPNI maupun peserta undangan lainnya.
Di tengah acara simposium dan festival, juga diluncurkan video sketsagram “Menuju Masyarakat Pesisir Sejahtera; Perlindungan Dan Pemberdayaan Oleh Negara Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Negara Maritim Sesuai UU No.7 Tahun 2016” serta pembahasan di balik proses pembuatan 14 lukisan perempuan nelayan dalam acara "Perempuan Bertutur".