logo Kompas.id
EkonomiWaspadai Investasi Ilegal
Iklan

Waspadai Investasi Ilegal

Oleh
· 3 menit baca

BOGOR, KOMPAS — Produk investasi, terutama di sektor jasa keuangan, dengan iming-iming imbal hasil besar, bahkan tanpa risiko, harus diwaspadai. Hingga kini, operasi 44 entitas usaha telah dihentikan dan 11 entitas usaha lain dalam proses hukum karena berpotensi merugikan masyarakat.Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam temu media, akhir pekan lalu di Bogor, Jawa Barat, mengatakan, "Kenapa marak? Karena ada permintaan, maka ada penawaran. Ada entitas yang menjalankan kegiatan dan masyarakat pun ada yang tergiur karena ingin cepat kaya." Hingga saat ini, Satgas Waspada Investasi mencatat, terdapat 44 entitas usaha yang telah dihentikan kegiatannya karena teridentifikasi ilegal. Selain itu, terdapat 11 entitas usaha yang masih berada dalam proses hukum karena berpotensi merugikan masyarakat. Kebanyakan pelaku entitas usaha yang bermasalah tersebut berada di Pulau Jawa, meski ada pula di Kalimantan.Menurut Tongam, kebanyakan entitas yang berpotensi merugikan masyarakat ini bergerak di sektor jasa keuangan. Salah satu indikator suatu entitas ilegal adalah tidak adanya surat izin dari otoritas yang berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk mengeluarkan sebuah produk keuangan. Indikator lain yang patut diwaspadai, bila suatu entitas usaha menawarkan keuntungan yang tidak wajar, misalnya, hingga 30 persen per bulan tanpa ada risiko. Produk investasi lain yang juga patut diwaspadai adalah investasi emas. Jika produk investasi emas itu tidak membolehkan investor menyimpan emas, tetapi malah menawarkan imbal hasil bulanan, masyarakat seharusnya waspada. Modus lain adalah investasi di sektor perumahan yang membuat situs perusahaan palsu untuk menawarkan produknya. Kerugian"Kerugian karena investasi bodong tidak bisa diketahui sekarang. Potensi kerugian biasanya baru bisa kita perkirakan setelah ada proses hukum di kepolisian," ujar Tongam.Agar sebuah entitas dapat diproses secara hukum, kata Tongam, diperlukan laporan korban. Namun, tak semua korban melaporkan hal itu ke kepolisian karena merasa malu. Satgas Waspada Investasi pun tidak bisa memaksa korban melaporkan meski menemukan adanya kerugian masyarakat.Menurut Tongam, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal atau investasi bodong tersebut tidak diganti oleh negara. Sebab tidak ada aturan perundangan yang menyatakan hal itu. Tongam mencontohkan, kerugian masyarakat dalam kasus First Travel kemungkinan hanya dapat diganti dengan aset yang telah disita kepolisian. Namun, jumlah penggantiannya tidak besar.Oleh karena itu, diperlukan pengawasan ketat dari kementerian atau lembaga teknis yang menangani entitas usaha di sektor terkait. Diperlukan pula penguatan koordinasi antara kementerian/lembaga yang tergabung di dalam Satgas Waspada Investasi.Secara terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, OJK akan mencermati bunga kredit bank setelah Bank Indonesia menurunkan 7-days reverse repo dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen."Yang akan kita dorong adalah penurunan bunga kredit dengan melihat transmisinya. Jika BI 7-days reverse repo sudah turun, mestinya bunga deposito turun dengan menunggu jatuh temponya entah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan. Jadi, perlu waktu transmisi sekitar 6 bulan," kata Wimboh. (NAD)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000