Parungpanjang, Bangkit dari Tidur Panjang
Selama puluhan tahun, kawasan Parungpanjang dan sekitarnya berkembang sangat lambat. Letaknya yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Banten, buruknya infrastruktur, serta akses yang tidak memadai membuat Parungpanjang dan sekitarnya sulit tumbuh.
alan-jalan kecil dan rusak lebih sering dilintasi truk-truk pengangkut batu dan pasir. Ketiadaan aktivitas ekonomi berskala besar sebagai pendorong perkembangan wilayah membuat kawasan itu tumbuh sangat pelan. Namun, kondisi itu mulai berubah dalam lima tahun terakhir.
Pembangunan jalan-jalan beton menampilkan wajah baru Parungpanjang dengan akses yang lebih baik ke pusat-pusat aktivitas di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Pembangunan jalan itu membuat kawasan Parungpanjang dapat diakses dari Jalan Tol Jakarta-Merak, yakni melewati Jalan Raya Legok dan Jalan Raya Parungpanjang.
Perluasan kawasan Bumi Serpong Damai ke wilayah barat dan kawasan Gading Serpong ke arah selatan membuat Parungpanjang semakin dekat dengan kedua kota satelit tersebut. Di kedua kota satelit itu terdapat permukiman skala besar, dilengkapi dengan fasilitas perdagangan, kesehatan, dan pendidikan berskala kota.
Perkembangan daerah penyangga Jakarta itu menjadi semakin cepat setelah PT Kereta Commuter Jabotabek (KCJ) memperbaiki layanan kereta rel listrik (KRL) dari Rangkasbitung, Maja, dan Parungpanjang menuju Tanah Abang (Jakarta). Dengan KRL yang jauh lebih nyaman dan frekuensinya yang mencapai 75 kali dalam sehari, warga dapat menuju Jakarta Pusat dalam waktu sekitar 55 menit.
Akses cepat dari KRL membuat banyak warga mulai membidik kawasan itu. Warga yang bekerja di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, tetapi tidak mampu membeli rumah di Jakarta dan Tangerang Selatan yang sudah semakin mahal, memilih tinggal di Parungpanjang dan berangkat kerja dengan menggunakan moda transportasi KRL.
”Perbaikan layanan KRL berdampak besar terhadap perkembangan kawasan Parungpanjang. Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah tumbuh dengan sangat cepat. Harga tanah dan rumah di kawasan ini masih jauh lebih murah dibandingkan dengan di Jakarta dan Tangerang Selatan. Namun, mereka dapat tetap bekerja di Jakarta karena menumpang KRL untuk berangkat dan pulang kerja,” kata Roni Adali, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Realestat Indonesia (REI) Banten, Jumat (8/9).
Mohammad Hasan, warga Perumnas 2 Parungpanjang, mengatakan, dirinya sengaja mencari rumah di kawasan itu karena tidak sanggup membeli rumah di Jakarta. Meskipun bekerja di perusahaan swasta di Slipi, Jakarta Barat, Hasan tidak kesulitan berangkat kerja karena terjangkau dengan KRL.
”Saya tidak mau terus mengontrak rumah sehingga saya membeli rumah yang terjangkau dengan gaji saya. Untuk urusan berangkat kerja, saya naik KRL dan disambung dengan mikrolet. Hanya perlu satu jam untuk berangkat kerja dan tidak melelahkan,” kata Hasan.
Setelah perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah tumbuh pesat, giliran masyarakat kelas menengah mulai melirik kawasan itu. Hunian-hunian kelas menengah ke bawah merebak di Cisauk, Legok, Panongan, Jambe, hingga Tigaraksa. Kluster-kluster perumahan laris terjual, baik untuk investasi maupun tempat tinggal.
Terus bertambahnya jumlah penduduk yang memadati Jabodetabek membuat ketersediaan lahan permukiman semakin terbatas dan harga rumah membubung tinggi. Tidak semua warga kelas ekonomi menengah bawah sanggup membeli rumah di Jakarta, Kota Tangerang, ataupun Tangerang Selatan sehingga mereka mulai bergeser ke Parungpanjang.
Parungpanjang hadir menjadi salah satu pilihan bagi warga kelas menengah bawah untuk mencari tempat tinggal. Perumahan Bumi Jati Elok dan Cirarab Residence menjadi perintis perumahan bagi kelas menengah bawah di kawasan Parungpanjang. BUMN Perum Perumnas bahkan siap mengembangkan kota mandiri di Parungpanjang yang terintegrasi dengan stasiun kereta.
Kini, dalam tiga tahun terakhir, jumlah perumahan untuk kelas menengah terus bertambah antara lain dengan kehadiran perumahan The River, Sentraland Paradise, Sentraland Boulevard, dan Dago Hills. Perumahan-perumahan itu dilengkapi dengan beberapa fasilitas publik dan komersial, seperti taman rekreasi, ruko, dan fasilitas ibadah.
Dengan harga unit rumah dibanderol berkisar Rp 300 juta sampai Rp 450 juta untuk ukuran tanah 60 meter persegi (m²) sampai 72 m² serta luas bangunan 30 m² sampai 45 m², proyek laris diserbu pasar. Harga itu dinilai masih dalam jangkauan masyarakat kelas menengah.
”Saya membeli rumah di kawasan ini karena prospek masa depannya bagus. Selain dekat stasiun KRL, ada rencana Jalan Tol Serpong-Balaraja yang akan beroperasi 2019. Harganya juga masih terjangkau dan dekat dengan BSD dan Gading Serpong,” kata Tanti, warga Tangsel, yang membeli rumah di The River.
Selain perumahan kelas menengah bawah yang tumbuh pesat, beberapa korporasi besar juga mengembangkan pabrik atau gudang di sana. Beberapa di antaranya PT LG Electronic Indonesia, PT Asia Pacific Fortuna Sari, dan PT Mega Trukindo Utama.
Dengan adanya rencana pembangunan jalan tol yang salah satu pintu masuknya ada di dekat Parungpanjang, aktivitas ekonomi lain dipastikan bakal berkembang di kawasan itu.
Pembenahan
Potensi perkembangan kawasan yang bakal sangat cepat pada masa depan seharusnya diimbangi tata ruang yang jelas dan pembenahan infrastruktur yang baik. Badan jalan beton masih mengalami kerusakan di beberapa tempat karena tidak seimbangnya tonase jalan dengan beban truk yang melintas.
Perbaikan dan perluasan badan jalan harus segera dilakukan di kawasan itu. Demikian juga dengan saluran drainase agar jalanan tidak tergenang saat hujan.
Di sisi lain, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perdagangan berskala kota juga perlu disediakan di Parungpanjang. Ketiadaan fasilitas menjadi peluang bagi dunia swasta masuk ke Parungpanjang. Pemerintah juga perlu turun tangan untuk ikut menyediakannya. (Emilius Caesar Alexey)