logo Kompas.id
EkonomiPengendalian Belum Efektif
Iklan

Pengendalian Belum Efektif

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah mengendalikan harga beras melalui kebijakan harga eceran tertinggi belum berjalan efektif. Sejak berlaku pada 1 September 2017, harga beras bahkan cenderung terus naik, umumnya di atas harga ketetapan.Data harga di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), DKI Jakarta, Rabu (13/9), harga 9 dari 11 jenis beras yang diperdagangkan naik 1,2-6,9 persen dua pekan terakhir. Kenaikan tertinggi terjadi pada beras medium yang relatif banyak diperdagangkan, seperti Muncul III yang naik dari Rp 8.600 per kilogram (kg) menjadi Rp 9.200 per kg, Muncul II dari Rp 9.400 per kg menjadi Rp 9.825 per kg, dan IR-64 III dari Rp 8.700 per kg menjadi Rp 9.075 per kg.Sementara harga di tingkat pengecer, data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis yang menghimpun data harga enam kategori beras di pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta, berkisar Rp 9.571-Rp 11.974 per kg. Harga beras medium nasional menurut data dari Kementerian Perdagangan pada Rabu, antara Rp 10.567-Rp 10.590 per kg.Angka itu lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET) beras medium di Pulau Jawa, Sulawesi, Bali, serta Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan, yang ditetapkan Rp 9.450 per kg berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan HET Beras. Harga rata-rata nasional juga lebih tinggi daripada HET beras medium di luar sentra produksi, seperti Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur yang ditetapkan Rp 9.950 per kg. Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo mengatakan, berdasarkan situasi harga di PIBC, harga cenderung naik beberapa pekan terakhir. Kenaikan dipicu oleh harga perolehan gabah di tingkat petani dan penggilingan yang memang sudah tinggi.Butuh waktuAnggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, mengatakan, butuh waktu untuk mengukur efektivitas kebijakan HET beras. Waktu dua pekan dinilai belum cukup. Apalagi, waktu yang tersedia bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan relatif pendek sejak peraturan ditetapkan pada 24 Agustus.Situasi ini juga terkait dengan tiga pola panen padi yang relatif ajek. Panen raya terjadi pada Februari-Mei yang mencapai 65 persen produksi nasional. Panen gadu terjadi pada Juni-September yang berkisar 25-30 persen, dan sisa produksi pada masa paceklik yang biasa terjadi pada Oktober-Januari. Pola itu berpengaruh pada pembentukan harga di pasar. "Ini menjelaskan, kenapa harga beras di tingkat eceran masih tinggi," ujarnya.Selain itu, tak mudah bagi pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan HET. Demi memenuhi harga beras medium Rp 9.450 per kg, misalnya, harga gabah maksimal Rp 4.000 per kg. "Apakah ada harga gabah segitu di pasar?" ujar Khudori.Di sentra padi Jawa Barat, seperti di Cirebon, Indramayu, dan Subang, harga gabah Rp 4.500-Rp 5.200 per kg kering panen pekan lalu. Kenaikan harga gabah terjadi seiring berkurangnya pasokan dan berakhirnya panen musim gadu.Menurut Khudori, situasi itu membawa dua konsekuensi bagi pelaku usaha. Pertama, jika menjual sesuai HET, dia berpotensi rugi. Kedua, jika menjual di atas HET akan mendapat untung, tetapi berpotensi dikenai sanksi. Sesuai dengan Pasal 7 Permendag No 57/2017, pelanggaran atas ketentuan HET dikenai sanksi pencabutan izin usaha, setelah dua kali peringatan tertulis oleh pejabat penerbit izin.Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa memperkirakan HET untuk beras tidak efektif. Sebab, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) saat ini sudah di atas Rp 4.500 per kg, setara harga beras minimum Rp 10.410 per kg di tingkat grosir. Artinya, harga di tingkat eceran bakal lebih tinggi. Harga ketetapan juga berisiko menekan harga di tingkat petani. Demi mencapai harga beras medium Rp 9.450 per kg, misalnya, butuh GKP seharga Rp 3.715 per kg di tingkat petani. Padahal, biaya produksi telah mencapai Rp 4.199 per kg.Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya akan mengevaluasi implementasi HET beras. Pemerintah masih menoleransi implementasi HET antara lain karena masih ada stok lama dengan harga lama yang belum terjual. (MKN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000