Rumah dan apartemen terkoneksi internet dan bisa dipantau setiap saat. Pemiliknya dapat mengendalikan berbagai peralatan di dalam properti itu, seperti lampu, pendingin ruangan, televisi, dan kamera pemantau melalui gawai.
Konsep rumah cerdas semacam ini ditawarkan pengembang di pameran properti Indonesia Future City & REI Mega Expo 2017 yang berlangsung pada 14-24 September 2017 di Indonesia Convention Exhibition, BSD City, Tangerang, Banten. Konsep ini ditawarkan untuk menarik konsumen yang menginginkan efisiensi energi dan fasilitas termutakhir di rumah atau apartemen mereka.
PT PGN Mas, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, membangun perumahan Beranda MAS di Bekasi, Jawa Barat, yang terdiri dari 350 rumah berkonsep rumah pintar. Semua unit memiliki fasilitas panel surya, terintegrasi dengan jaringan gas bumi PGN, dan terhubung dengan jaringan internet serat optik. Harganya Rp 600 juta-Rp 800 juta per rumah.
"Panel surya bisa menghemat pengeluaran listrik. Saat siang, rumah menggunakan panel surya sebagai tenaga listrik. Listrik PLN digunakan otomatis menjelang malam atau saat mulai gelap. Pemakaian listrik selama tahun pertama juga gratis," kata Riana, bagian pemasaran rumah PT PGN Mas, akhir pekan lalu.
PT Waskita Karya Realty, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk, bekerja sama dengan perusahaan jasa komunikasi dan teknologi untuk menyediakan layanan internet di apartemen Brooklyn, Alam Sutera, Tangerang. Di apartemen tersebut, berbagai peralatan bisa dikendalikan dengan gawai, seperti lampu, televisi, dan kamera pemantau. Untuk memanfaatkan fasilitas itu, pemilik mesti berlangganan internet dan jaringan televisi berbayar Rp 450.000 per bulan.
PT Wika Realty, anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, membangun apartemen Tamansari Iswara di Bekasi yang menngusung konsep rumah cerdas. Harga apartemen ini berkisar Rp 373 juta-Rp 1 miliar per unit.
"Kelebihan kami, letaknya di dekat stasiun kereta ringan yang sedang dibangun dan Terminal Bekasi," ujar Ira Putri, petugas pemasaran Tamansari Iswara.
Namun, pengunjung pameran rupanya lebih tertarik memilih properti dari sisi peluang investasi, bukan dari sisi "kecerdasan" properti itu. Beni Santosa (30), warga Pluit, Jakarta, mencari apartemen di pinggiran Jakarta untuk dijual lagi. "Saya lihat yang menguntungkan untuk dijual lagi saja. Kalau fasilitas tidak terlalu saya pertimbangkan. Yang penting harganya Rp 700 juta ke bawah," kata Beni.
Digitalisasi
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata berpendapat, digitalisasi kota atau permukiman tidak identik dengan kota cerdas. "Pandangan bahwa kota cerdas adalah digitalisasi kota itu keliru. Kota cerdas jauh lebih luas dari sekadar digitalisasi kawasan," kata Soelaeman.
Menurut Soelaeman, penerapan teknologi canggih hanya bersifat teknis dan berlaku saat ini, sedangkan teknologi dan era digital akan terus berkembang. Kota cerdas harus menghadirkan pembangunan yang berkelanjutan dengan memikirkan kebutuhan masa depan hingga 200-300 tahun mendatang. Kota yang cerdas mampu menghadirkan kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. "Kata kuncinya, pembangunan berkelanjutan," katanya.
Tren kota cerdas berlangsung di Jawa dan luar Jawa. Pembangunan kota cerdas memanfaatkan sentra pertumbuhan penduduk dan pusat aktivitas, seperti kawasan industri dan pariwisata.
Untuk menuju pengembangan kota cerdas, dukungan pemerintah diperlukan terkait akses sistem transportasi publik, infrastruktur jalan tol, dan jalan arteri. Kelengkapan infrastruktur dasar yang ditunjang sistem transportasi publik, jalan tol, arteri, dan jalan penghubung menjadi pelengkap menuju kota cerdas.
(LKT/DD02)