YOGYAKARTA, KOMPAS — Perusahaan badan usaha milik negara semestinya dikelola dengan prinsip korporasi agar dapat unggul baik di pasar nasional maupun pasar global. Jika masih dikelola dengan model birokrasi pemerintahan, BUMN tidak akan berkontribusi signifikan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
”Pengelolaan BUMN harus sesuai dengan standar pengelolaan perusahaan-perusahaan swasta,” ujar Wakil Presiden Eksekutif Senior Bank Rakyat Indonesia (BRI) Gunawan Sulistyo dalam seminar nasional yang diselenggarakan Infobank bertajuk ”Melepas BUMN dari Birokratisasi” di Yogyakarta, Kamis (12/10).
Gunawan menyadari, jika bertahan dengan kerumitan prinsip birokrasi, BRI tidak akan mampu mengejar tuntutan pasar yang lebih menginginkan pelayanan yang serba cepat dan dinamis. Pihaknya berkomitmen meningkatkan layanan dengan sentuhan teknologi untuk mempermudah nasabah.
”Nasabah dari generasi milenial saat ini menuntut pelayanan yang praktis dan aman sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pelayanan yang birokratis dan berbelit-belit akan ditinggalkan,” ujarnya.
Gunawan yakin BUMN yang dikelola dengan prinsip birokrasi maka tidak akan optimal dan tidak akan memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. ”Terlebih kalau pengelolaan BUMN tercampur dengan kepentingan politik,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Keuangan Angkasa Pura II Andra Yastrialsyah Agussalam mengatakan, pihaknya berusaha menciptakan pelayanan prima melalui pembenahan prosedur standar operasi (SOP). Standar pelayanan ini sedang diupayakan agar dapat terintegrasi di 13 bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II.
”Kita baru dapat penghargaan layanan customer service dan terminal service inspection untuk Bandara Soekarno-Hatta, Kualanamu, dan Husein. Ke depannya kita akan mengintegrasikan ke dalam airport management system agar seluruh bandara punya layanan yang sama,” kata Andra.
Pembenahan infrastruktur bandara diimbangi dengan penerapan teknologi. Angkasa Pura II sejak pertengahan 2017 telah meluncurkan aplikasi berbasis Android bernama ”Indonesia Airports” agar calon penumpang tidak perlu ke bandara untuk mengetahui segala informasi terkait penerbangan.
”Sekarang ini kita hidup di era digital. Dengan optimalisasi digitalisasi, proses operasi bandara jadi lebih efisien,” katanya.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono mengatakan, pengelolaan BUMN perlu dijauhkan dari prinsip-prinsip birokrasi agar optimal memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Selama BUMN masih terbelit dengan sistem birokrasi, menurut dia, BUMN akan sulit bergerak cepat dan menyusul kecepatan inovasi dari perusahaan-perusahaan swasta. Kesulitan BUMN melepaskan diri dari kerumitan birokrasi, menurut Tony, diakibatkan aspek pengelolaan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Berbeda dengan perusahaan swasta yang hanya dimiliki perorangan.
”Kalau perusahaan swasta pemiliknya seseorang, sedangkan BUMN, kan, pemiliknya negara yang berarti seluruh rakyat Indonesia yang akhirnya diwakilkan Parlemen,” katanya.
Prinsip-prinsip birokrasi, menurut dia, mempersulit perusahaan untuk melakukan lompatan atau inovasi karena terkendala regulasi. ”Meski begitu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, sudah berupaya memangkas banyak regulasi agar kerja BUMN lebih efisien,” ujarnya.
Untuk mengurangi unsur birokrasi, BUMN perlu mengedepankan prinsip independensi dan mengurangi tekanan-tekanan dari pemerintah. Selain itu, BUMN juga dituntut mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan tidak boleh terpengaruh kepentingan politik.