Petani Didorong Bercocok Tanam di Luar Komoditas Utama
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Anjloknya harga bawang merah dan cabai menandai belum tuntasnya perbaikan manajemen produksi serta penanganan pascapanen. Namun, sambil membangun penuntasan proses di hilir, ada sederet komoditas hortikultura lain yang memiliki potensi pasar dan berpeluang dikembangkan sebagai sumber penghasilan petani.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Afrizal Gindow berpendapat, diversifikasi penanaman bisa menjadi salah satu solusi untuk membantu petani terhindar dari kerugian. Caranya, dengan menanam komoditas potensial di luar komoditas utama yang digalakkan pemerintah.
”Komoditas melon, jagung manis, dan gambas, misalnya, punya potensi pasar, harga jual tinggi, dan ongkos produksi yang relatif kecil,” kata Afrizal, dalam rangkaian Lokakarya Perbenihan dan Perbibitan yang diselenggarakan Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM Kementerian Pertanian dan Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia di Purwakarta dan Bandung Barat, Jawa Barat, dari Kamis (12/10) hingga Jumat (13/10).
Dengan biaya produksi sekitar Rp 2.000 per kilogram (kg), kata Afrizal, petani bisa menjual melon dengan harga Rp 4.500 per kg. Sementara jagung manis, biaya produksinya sekitar Rp 800 per kg dan harga jual di tingkat petani Rp 1.500 per kg. Pasar komoditas ini masih cukup terbuka sehingga penanamannya berpeluang dikembangkan.
Dalam beberapa bulan terakhir, petani bawang merah dan cabai mengeluh karena anjloknya harga, bahkan terjun di bawah ongkos produksi. Harga cabai rawit merah, misalnya, turun dari Rp 86.327 per kg di tingkat petani pada awal Maret 2017 menjadi Rp 13.031 per kg pada pertengahan Agustus 2017. Padahal, biaya produksinya sekitar Rp 17.000 per kg.
Petani bawang merah senasib dengan petani cabai. Penyebarluasan dan penambahan area tanam membuat produksi berlimpah. Di sisi lain, upaya membangun tempat penyimpanan, pengolahan, atau ekspor belum optimal. Pasar dipenuhi bawang merah dan harganya anjlok.
Dibiarkan merugi
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 63/2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Penjualan di Konsumen telah menentukan harga acuan pembelian cabai rawit merah di tingkat petani Rp 17.000 per kg, cabai merah besar Rp 15.000 per kg, dan bawang merah berkisar Rp 15.000-Rp 22.500 per kg. Namun, harga cabai di lapangan anjlok hingga kurang dari Rp 10.000 per kg, sementara bawang merah Rp 6.000 per kg beberapa daerah.
Ketentuan harga acuan dianggap belum efektif melindungi harga di tingkat petani. Sejumlah petani mengkritik sikap pemerintah yang dinilai tidak adil. Saat harga melonjak tinggi, Satuan Tugas Pangan dan instansi terkait bergerak mencari solusi. Kini, ketika harganya anjlok, petani seolah dibiarkan rugi.
Saat harga melonjak tinggi, Satuan Tugas Pangan dan instansi terkait bergerak mencari solusi. Kini, ketika harganya anjlok, petani seolah dibiarkan rugi.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2017 juga menugaskan Perum Bulog menjaga stabilisasi harga di tingkat produsen dan ketersediaan pangan di tingkat konsumen dalam Rangka Ketahanan Pangan. Pangan yang dimaksud mencakup 11 komoditas, selain beras, yakni jagung, kedelai, gula pasir, daging sapi, minyak goreng, cabai, bawang merah, bawang putih, tepung terigu, serta daging dan telur ayam. Komoditas itu dinilai dibutuhkan masyarakat dan rentan bergejolak di pasar.
Akan tetapi, ketentuan itu belum efektif hasilnya di lapangan. Menurut anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, tugas-tugas baru bagi Perum Bulog kurang efektif pelaksanaannya karena belum ditopang kebijakan harga dan cadangan pangan yang memadai. Tugas stabilisasi harga juga menuntut dukungan keuangan untuk memperkuat stok pangan dan daya tawar pemerintah.