UNGARAN, KOMPAS — Pemerintah memperkuat konektivitas lalu lintas udara di Jawa Tengah melalui pembangunan sejumlah bandara. Nantinya akan ada lima bandar udara komersial yang tidak sekadar menghubungkan antarwilayah, tetapi diharapkan menjadi pengungkit perekonomian daerah-daerah tersebut tersebut.
Guna mendukung Bandara Ahmad Yani Kota Semarang dan Adi Soemarmo Solo, yang merupakan dua bandara utama, Jateng bakal memiliki tiga bandara komersial lainnya. Ketiganya adalah Bandara Wirasaba Kabupaten Purbalingga; Bandara Dewadaru Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara; dan Bandara Ngloram, Cepu, Kabupaten Blora.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, di sela-sela Dialog Nasional ”Sukses Indonesiaku” di Museum Kereta Api Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (15/10), mengatakan, selain menjadi penghubung wilayah yang selama ini relatif sulit terjangkau, potensi perekonomian di kawasan Jateng selatan dan Jateng utara bagian timur berpotensi meningkat.
Budi Karya mengaku telah mengunjungi Bandara Wirasaba, yang menurut rencana mulai dibangun November 2017. ”Saya melihat banyak potensi wisata di sana. Banyak orang Korea (Selatan) juga. Sekarang Semarang-Purbalingga sekitar 3-4 jam lewat darat. Dengan bandara, waktu tempuh bisa lebih singkat,” ungkapnya.
Begitu juga dengan Bandara Ngloram di Kecamatan Cepu, Blora, yang berada di sekitar Blok Cepu. Daerah ini merupakan wilayah kontrak proyek minyak dan gas bumi. Menurut Budi, pembangunan bandara di daerah-daerah tersebut penting karena Jateng merupakan salah satu daerah produktif yang berkontribusi bagi bangsa.
Pembangunan Bandara Wirasaba diharapkan rampung akhir 2018. Pembangunan bandara ditangani oleh PT Angkasa Pura II dengan anggaran sekitar Rp 350 miliar. Untuk tahap pertama, landas pacu yang dibangun sepanjang 1.600 meter sehingga dapat digunakan pesawat penumpang regional jarak pendek (ATR) (Kompas, 8/8).
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jateng Satriyo Hidayat mengatakan, pembangunan Wirasaba sebagai bandara komersial penting untuk konektivitas Jateng bagian selatan. Jika sudah beroperasi, Bandara Tunggul Wulung, Kabupaten Cilacap, yang selama ini menjadi bandara perintis akan difungsikan sebagai bandara latihan. Pasalnya, landas pacunya sudah tidak bisa diperpanjang.
Bandara Ngloram
Serah terima aset Bandara Ngloram Cepu juga telah dilakukan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Kemenhub. Pembangunan bandara akan dikerjakan dengan APBN 2018. Dimulai dengan pembuatan rencana induk, pengembangan, dan detail engineering design (DED). Satriyo berharap, pembangunan fisik dapat dimulai pada 2019.
Menurut Satriyo, panjang landas pacu Bandara Ngloram diperkirakan sekitar 2.000 meter. Jika sudah beroperasi, diharapkan kawasan Jateng utara bagian timur, seperti Rembang, Pati, dan Blora, dapat semakin berkembang. ”Selama ini, kebanyakan ekspatriat yang bekerja di proyek Blok Cepu tinggal di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, karena kereta api kelas eksekutif tidak berhenti di Cepu,” katanya.
Adapun Bandara Dewadaru di Kepulauan Karimunjawa, Jepara, yang diharapkan dapat beroperasi akhir 2018 dikembangkan untuk meningkatkan aksesibilitas ke destinasi wisata andalan Jateng tersebut. Selama ini, Karimunjawa kerap terisolasi karena saat musim angin barat, kapal-kapal tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi. Selain menghambat suplai logistik, kondisi tersebut juga mengganggu aktivitas pariwisata.
”Jika pesawat jenis ATR sudah bisa masuk, Kepulauan Karimunjawa dapat diakses sepanjang musim,” kata Satriyo.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, pengembangan sejumlah bandara tersebut diyakini mendukung pariwisata Jateng. Apalagi, Bandara Ahmad Yani Kota Semarang saat ini juga sedang dikembangkan. Selain itu, koneksi antarmoda juga tengah dirintis. Salah satunya kereta api yang bakal masuk ke Bandara Adi Soemarmo Solo. (ARN/DIT)