JAKARTA, KOMPAS -- Sekitar 2,4 juta hektar dari total 4,7 juta hektar kebun sawit rakyat dinilai butuh peremajaan. Selain usia tanaman yang telah mencapai 25-27 tahun, produktivitas kebun relatif rendah karena sebagian besar tanaman bukan berasal dari benih dengan sumber tak jelas atau mutunya kurang baik.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang, di sela-sela konferensi dan pameran perkebunan internasional di Jakarta, Rabu (18/10) menyebutkan, luas kebun yang diusahakan petani mencapai sekitar 48 persen dari total kebun sawit 11,9 juta hektar. Namun, sebagian besar diusahakan secara konvensional, antara lain sumber benih yang tidak jelas serta pemupukan, pengairan, dan perawatan seadanya.
Kondisi itu membuat produktivitas kebun cenderung rendah. Rata-rata produktivitas kebun sawit rakyat berkisar 1-2 ton minyak sawit mentah per hektar. Padahal, potensinya bisa lebih dari 8 ton per hektar. ”Dengan mengganti tanaman tua dan tanaman tak produktif, produksi bisa meningkat jadi 2 ton per hektar, ada tambahan produksi yang nilainya sekitar Rp 125 triliun per tahun,” ujarnya.
Akan tetapi, modal petani terbatas. Sementara upaya meremajakan tanaman melalui sejumlah program belum berjalan optimal. Tahun ini, pemerintah menargetkan peremajaan 20.780 hektar, tetapi sejauh ini baru terealisasi 4.446 hektar di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Problem legalitas lahan menjadi salah satu kendala peremajaan.
Menurut Bambang, peremajaan idealnya mencapai 500.000 hektar per tahun. Dengan luasan sebesar itu, 2,4 juta hektar kebun bisa diremajakan dalam kurun lima tahun. Namun, selain problem administrasi terkait lahan, peremajaan terkendala anggaran yang terbatas. Sementara modal maupun akses pekebun rakyat ke perbankan masih terbatas.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi menyebutkan, konsumsi minyak nabati dunia mencapai 167,5 juta ton tahun lalu, sekitar 40 persen di antaranya berasal dari kelapa sawit. Permintaan minyak nabati diperkirakan terus tumbuh, totalnya diperkirakan 275 juta ton pada tahun 2045. Ada penambahan kebutuhan sekitar 105 juta ton 30 tahun ke depan.
Dengan asumsi sumbangan 40 persen, maka peningkatan kebutuhan minyak nabati bisa dipenuhi 40-50 juta ton dari kelapa sawit. Menurut Bayu, potensi permintaan itu menjadi tantangan bagi Indonesia yang kini menghasilkan minyak sawit sekitar 35 juta ton per tahun.
Ada ruang menggenjot produksi meski tanpa menambah luas lahan sawit. Sebab produktivitas kebun masih kecil dibandingkan potensinya. Di level pusat penelitian, produktivitas bisa mencapai 7,8-8 ton CPO (crude palm oil) per hektar, sementara rata-rata produktivitas pekerbunan swasta baru 4,5-5 ton CPO per hektar dan perkebunan rakyat 3-3,5 ton CPO per hektar atau bahkan kurang. Oleh karena itu, peluang penambahan produksi bisa diperoleh melalui intensifikasi. ”Peran sawit bisa lebih besar bahkan dengan moratorium (izin baru perkebunan sawit) sekalipun,” ujarnya.