Tanpa dukungan agen- agen asuransi yang andal, penjualan produk asuransi akan jalan di tempat.
Salah satu kegiatan penting dari perusahaan asuransi adalah mendidik para agen agar dapat memahami produk, memahami kebutuhan nasabah, dan mampu menjelaskan produk dengan baik. Terkait sentuhan personal, selain harus mampu menjual produk dengan tepat sesuai kebutuhan konsumen, para agen juga dituntut memiliki perilaku yang baik, seperti menjalin relasi jangka panjang dengan nasabah.
Ketika seseorang pertama kali menjadi agen asuransi, biasanya perusahaan asuransi memberikan pelatihan dasar. Sebab, agen asuransi merupakan profesi terbuka yang dapat dilakoni semua orang dengan berbagai macam latar belakang pendidikan. ”Di Asuransi Jiwasraya ada pelatihan wajib dan pelatihan tidak wajib,” ujar Direktur Pemasaran Asuransi Jiwasraya De Yong Adrian, akhir pekan lalu.
Berbagai materi dipelajari para agen ketika mengikuti pelatihan. Direktur dan Chief Agency Officer Sequis Life Edisjah memaparkan, para agen diberi materi tentang kode etik agen asuransi, prinsip mengenal nasabah, prinsip antipencucian uang, jenis-jenis asuransi, dasar-dasar asuransi, hingga pelatihan mental agar memiliki mental positif.
Belakangan, pengetahuan sebagai agen asuransi saja tidak mencukupi. Asuransi merupakan bagian dari perencanaan keuangan keluarga. Dengan menjadi perencana keuangan, para agen asuransi diharapkan lebih dapat memahami kebutuhan nasabahnya. Banyak perusahaan asuransi yang menyarankan agennya untuk mempelajari materi perencanaan keuangan. Agen asuransi pun tidak hanya memiliki sertifikat sebagai agen dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, tetapi juga memiliki sertifikat perencana keuangan.
Kualitas
Perusahaan berkepentingan meningkatkan kualitas agen. Harapannya, agen dapat menjelaskan produk dengan benar, mudah dipahami, dan menjalin relasi baik dengan nasabah.
De Yong mengakui, ada korelasi positif antara pelatihan yang diikuti agen asuransi dan keberhasilan penjualan. ”Pada setiap pelatihan, kami menerapkan sistem evaluasi hasil pelatihan, yaitu sekurang-kurangnya 80 persen peserta mampu memahami apa yang disampaikan saat pelatihan dengan parameter peningkatan produktivitas hasil kinerjanya,” ujarnya.
Di zaman serba digital ini, pelatihan tidak hanya dilakukan dengan tatap muka. FWD Life, misalnya, memiliki aplikasi FWD Mobile M-Academy. ”Dengan M-Academy, para agen dapat mengakses dan mengikuti pelatihan secara kapan saja, di mana saja, dengan mudah,” kata Rudi Kamdani, Wakil Direktur Utama FWD Life.
Pelatihan yang diperoleh agen tidak hanya berasal dari perusahaan asuransi. Ismuadji, seorang agen Prudential di Jakarta, menjelaskan, menurut sistem di Prudential, seorang agen yang sudah mumpuni dapat membuat kantor keagenan sendiri. Dia akan menjadi pemimpin dari agen-agen yang direkrutnya.
”Nah, agen pemimpin ini juga berkepentingan untuk melatih para agen baru yang berada di bawahnya agar dapat bekerja dengan benar. Kalau di agensinya banyak masalah, banyak keluhan dari nasabah, izinnya dapat dicabut oleh Prudential,” kata Ismuadji.
Selain mendapatkan pelatihan dari Prudential yang bernama Fast Start selama tiga hari, agen juga mendapatkan pelatihan dari agensi yang merekrutnya. Ismuadji mengatakan, biasanya pelatihan di agensi dilakukan setiap hari Sabtu. Dalam satu hari, ada beberapa kelas dengan topik yang berbeda.
Agen yang memiliki pengetahuan memadai akan dapat memberikan produk yang tepat bagi nasabahnya. Diharapkan semakin banyak agen yang peduli kepada nasabah. Bukan agen yang hanya berorientasi menjual polis, yang belum tentu cocok dengan nasabah, lalu menghilang.