Edukasi Dulu, Berjualan Kemudian
Menjual produk tentu akan jauh lebih mudah jika ada permintaan atau kebutuhan dari konsumen. Menurut hasil survei Otoritas Jasa Keuangan, indeks inklusi sektor asuransi sebesar 12,08 persen dan indeks literasi sebesar 15,76 persen. Angka ini jauh di bawah inklusi dan literasi sektor perbankan.
Penetrasi industri asuransi tercatat mencapai 2,87 persen dari produk domestik bruto dengan densitas asuransi baru sebesar Rp 1,29 juta per tahun. Sementara tingkat utilitas asuransi baru mencapai 11,81 persen. Artinya, dari 100 penduduk, baru ada 11 orang yang mempunyai polis asuransi.
Banyak upaya yang diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa proteksi diperlukan untuk membuat hidup lebih sejahtera. Padahal, perencanaan keuangan keluarga belum lengkap tanpa ada unsur proteksi yang didapatkan dari produk asuransi.
Tantangan pemasaran produk ini dihadapi dengan berbagai cara oleh perusahaan-perusahaan asuransi. Sebagai sebuah entitas bisnis, keberlangsungan hidup perusahaan juga ditentukan oleh penjualan produk. Oleh karena itu, penjualan produk menjadi sesuatu yang sangat perlu diperjuangkan.
Belakangan, strategi penjualan langsung atau hard selling tidak menjadi satu-satunya pilihan untuk memasarkan produk, termasuk produk asuransi. Berbagai pendekatan dan strategi pemasaran dikemas untuk tidak sekadar menjajakan produk. Konsumen juga diberi nilai tambah, antara lain berupa pengetahuan melalui berbagai macam kegiatan edukasi. Sangat diharapkan, dari berbagai edukasi mengenai proteksi ini, akan tercipta kebutuhan proteksi di masyarakat.
Menarik minat
Beda perusahaan, beda pula strategi untuk menarik minat para konsumen. Beragam cara pun dilakukan perusahaan asuransi untuk mengedukasi masyarakat agar dapat menyadari pentingnya perlindungan, sekaligus memasarkan produk-produk asuransi. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan brand awareness perusahaan asuransi di mata konsumen.
Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, misalnya, menjalankan kampanye pemasaran bertajuk ”Jadi Andalan” sejak tahun 2015. ”Strategi pemasaran ini kami lakukan secara terintegrasi, yakni dengan mengombinasikan berbagai media untuk membantu nasabah kami mencapai impian dan aspirasi mereka, serta hidup dengan penuh percaya diri,” kata Novita Rumngangun, Direktur & Chief Marketing Officer Manulife Indonesia, di Jakarta pekan lalu.
Andalan Manulife Indonesia lainnya dalam menjangkau konsumen adalah melalui survei Manulife Investor Sentiment Index (MISI). Di dalam survei ini terdapat banyak data yang dapat menjadi cerminan bagi para nasabah. Misalnya saja, pada MISI 11 yang diterbitkan Februari 2017 terdapat hasil survei yang menunjukkan bahwa 27 persen responden mengalokasikan investasinya pada dana tunai untuk mencapai target keuangannya.
Selain itu, 94 persen responden beranggapan bahwa menabung di bank merupakan investasi. ”Kami meluncurkan hasil survei ini setiap tahun. Ini bertujuan menjadikannya sebagai sarana edukasi keuangan yang mengukur tingkat sentimen serta bagaimana pandangan investor Indonesia mengenai pengelolaan keuangan. Hasil survei ini kami gunakan sebagai salah satu dasar dalam melakukan kampanye kami,” kata Novita.
Dua hal yang terungkap dalam hasil survei itu menggambarkan bahwa sebagian besar konsumen masih mengandalkan dana tunai untuk berinvestasi. Masyarakat lebih paham dan mengenal produk perbankan. Padahal, dalam jangka panjang, produk perbankan tidak dapat dijadikan sarana untuk mencapai impian. Hal itu disebabkan nilai uang tunai di bank semakin lama semakin menurun akibat tergerus inflasi. Manulife Indonesia pun kemudian lebih gencar lagi memperkenalkan perihal investasi dan proteksi.
Beragam medium digunakan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat sekaligus meningkatkan kesadaran akan keberadaan perusahaan. Manulife Indonesia antara lain menggandeng stasiun televisi dan menghasilkan 700 episode tayangan tentang literasi keuangan.
”Manulife Indonesia merupakan satu-satunya perusahaan non-broadcasting yang memiliki studio TV, memproduksi, dan menayangkan program televisi,” ujar Novita lagi.
Mengemas kegiatan pemasaran dengan kampanye yang terintegrasi juga dilakukan oleh AXA Mandiri dan AXA. ”Tahun ini kami melakukan kampanye #RencanakanLebih kepada masyarakat. Kampanye ini dibuat agar mereka sadar terhadap merek serta produk kami sehingga mereka bisa merencanakan masa depan dengan lebih baik melalui manajemen keuangan dan solusi perlindungan yang tepat,” papar Country CEO AXA Indonesia Paul-Henri Rastoul.
Pendekatan pada komunitas juga menjadi salah satu cara perusahaan-perusahaan asuransi untuk menjangkau masyarakat melalui edukasi ataupun pengenalan produk. Baru-baru ini AXA Mandiri Financial Services meluncurkan kegiatan Fit Nation, antara lain dengan mengajak masyarakat berolahraga pound fit, yoga, juga zumba.
Ketika peluncuran, Presiden Direktur AXA Mandiri Jean Philippe Vandenschrick mengatakan, program ini bertujuan mengajak masyarakat bergaya hidup sehat. Di dalam microsite (laman mini) Fit Nation terdapat pula berbagai informasi mengenai makanan sehat, tips kesehatan, bahkan lomba. Dari lima subkanal di laman tersebut, hanya ada satu subkanal yang merupakan penjualan produk.
Media sosial
Baik Novita maupun Rastoul mengakui penggunaan media sosial menjadi salah satu medium yang ampuh untuk mengedukasi ataupun memperkenalkan produk. ”Kami mengoptimalkan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram untuk mengomunikasikan kampanye dan menjangkau masyarakat termasuk nasabah. Sekarang ini, orang menggunakan media sosial untuk berbagai keperluan, bahkan membeli produk. Digital juga membantu kami membuat segalanya lebih efisien,” kata Rastoul.
Dia menceritakan, kegiatan yoga serempak di tiga kota, yakni Jakarta, Yogyakarta, dan Bali, ajang ”Yoga by the Beach”, juga dilakukan dengan bantuan kemajuan digital.
Senada dengan Rastoul, Novita menambahkan, media sosial sangat efektif dijadikan sebagai tempat untuk berinteraksi dengan nasabah dan calon nasabah. ”Kami menggunakan medium ini sebagai touch point untuk menyampaikan edukasi, pesan perusahaan termasuk kampanye pemasaran, dan sebagai tempat kami mempromosikan produk dan layanan terbaru kami,” kata Novita menambahkan.
Edukasi yang terus-menerus melalui berbagai medium diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang proteksi dari produk asuransi. Kesadaran ini akan menciptakan kebutuhan. Pada gilirannya kemudian, perusahaan asuransi pun dapat memetik hasil dari kampanye dan edukasi tersebut.
(JOICE TAURIS SANTI)