JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran benih padi bersubsidi hingga pertengahan Oktober 2017 baru 63 persen dari kuota sekitar 100.000 ton. Kejadian ini berulang dari tahun-tahun sebelumnya meski tahun ini lebih baik. Tumpang-tindih program bantuan benih dinilai turut menjadi pemicu.
Direktur Utama PT Pertani (Persero) Wahyu, Selasa (17/10), mengatakan, sampai pekan kedua Oktober 2017, realisasi penyaluran benih subsidi oleh PT Pertani sekitar 38.000 ton, sementara oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) baru sekitar 25.000 ton. Kedua badan usaha milik negara ini mendapat tugas dari pemerintah untuk mengadakan dan menyalurkan benih bersubsidi masing-masing 50.000 ton.
Direktur Operasional Sang Hyang Seri (SHS) Hariyanta akhir pekan lalu mengatakan, meski belum optimal, realisasi penyaluran tahun ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Sekarang realisasi penyaluran sudah sekitar 50 persen, sementara realisasi penyaluran pada 2014 dan 2015 hanya sekitar 30 persen," ujar Hariyanta.
Menurut Hariyanta, pengadaan dan penyaluran bantuan benih bersubsidi tumpang-tindih dengan program bantuan langsung benih unggul (BLBU). Serapan benih subsidi tidak optimal karena petani atau kelompok tani lebih memilih benih yang berasal dari program BLBU karena gratis. Hal ini tecermin antara lain dari Daftar Usulan Pembelian Benih Bersubsidi (DU-PBB) yang totalnya baru 39.000 ton atau 78 persen dari total pagu PT SHS.
Situasi itu mirip dengan hasil kajian kebijakan subsidi bidang pertanian oleh Direktorat Penelitan dan Pengembangan Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sampai 31 Mei 2016, misalnya, DU-PBB yang diajukan petani dan kelompok tani baru sekitar 5.000 ton atau 9,8 persen dari total pagu benih bersubsidi yang diterima PT Pertani, yakni 51.125 ton senilai Rp 505 miliar.
Di Jawa Timur, menurut laporan KPK itu, realisasi penyaluran benih bersubsidi oleh PT SHS sampai akhir Agustus 2016 bahkan baru 1.075 ton atau 8,57 persen dari total target penyaluran 12.543 ton. Kondisi serupa terjadi dalam penyaluran benih padi inbrida bersubsidi oleh PT Pertani Cabang Aceh yang sampai Juli 2016 baru menyalurkan 241 ton dari total pagu 2.500 ton.
Tidak optimalnya serapan bantuan benih bersubsidi juga dipengaruhi oleh sifat penugasan masing-masing program. Benih bersubsidi merupakan program pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, yakni PT SHS dan PT Pertani, penanggung jawab pengadaan sekaligus penyaluran benih. Sementara itu, program BLBU merupakan tugas pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
KPK menilai dualisme itu berisiko membuat penyaluran subsidi menjadi tak efektif dan efisien. Program memiliki tujuan, mekanisme, dan persyaratan, serta obyek yang sama.
Namun, pelaksananya berbeda, benih BLBU sepenuhnya gratis, sementara benih bersubsidi tetap berbayar meski lebih murah dibandingkan harga benih komersial.
Persoalan mutu
Di lapangan, tak sedikit petani yang mengeluhkan soal mutu benih, khususnya pada program BLBU. Keluhan paling umum adalah soal daya tumbuh bibit yang tak seragam serta hasil panen yang jauh dari potensinya. Padahal, kemasan benih mencantumkan label dari lembaga sertifikasi.
Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Mochamad Achdijat Basari menyatakan, benih program pemerintah semestinya merupakan varietas unggul yang telah dilepas dan bersertifikat sehingga mutunya terjamin. Produsen benih juga seharusnya menjamin mutu.
Namun, dalam sejumlah kasus terlihat bahwa program bantuan benih dimanfaatkan pemenang tender atau pelaksana proyek dengan memanipulasi mutu benih.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Nana Laksana Ranu mengatakan, bisnis benih adalah bisnis kepercayaan. Karena itu, produsen benih selalu berusaha menjaga mutu. Hal itu antara lain dilakukan melalui audit dan pengujian mutu internal.
Akan tetapi, kelemahan sistem pengadaan dan pengawasan adalah kadang-kadang dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengeruk keuntungan. Menurut Nana, kasus pemalsuan benih semestinya diungkap dan diproses hukum agar pelaku jera.
Harapannya, produsen lain yang berupaya menjaga mutu tak terkena dampak buruknya.
(MKN)