logo Kompas.id
EkonomiProgram Tak Akan Dipangkas
Iklan

Program Tak Akan Dipangkas

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPASKementerian Keuangan berkomitmen untuk tidak memangkas program pemerintah di triwulan IV-2017. Namun, Kementerian Keuangan akan mengupayakan kombinasi antara optimalisasi penerimaan, efisiensi belanja, dan ruang penarikan utang.Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui pesan singkat dari Washington DC, Amerika Serikat, Senin (16/10), mengatakan, perkembangan realisasi APBN-P 2017 menunjukkan kinerja penerimaan perpajakan membaik dibandingkan dengan realisasi pada 2016. Hal ini didukung Pajak Penghasilan (PPh) migas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang meningkat. PPh nonmigas meningkat jika uang tebusan pengampunan pajak dikeluarkan dari realisasi 2016. Dilihat dari pola tahun-tahun sebelumnya, lanjut Sri Mulyani, biasanya terjadi akselerasi dan peningkatan secara natural, baik dari sisi pendapatan maupun belanja pada Oktober-Desember. Kemenkeu memantau hal ini secara berhati-hati, termasuk menghadapi risiko pencapaian penerimaan perpajakan tidak mencapai 100 persen. Adapun dari sisi belanja, menurut Sri Mulyani, pemerintah terus melakukan efisiensi, terutama terhadap belanja nonprioritas dan kurang mendesak. Hal ini dilakukan tanpa pemotongan program. Defisit diupayakan terkendali sesuai proyeksi, yakni 2,67 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sampai dengan minggu kedua Oktober 2017, lelang Surat Berharga Negara (SBN) sudah mencapai 86,4 persen dari kebutuhan utang bruto sebesar Rp 717 triliun."Dalam hal terjadi pelebaran defisit di atas proyeksi, tambahan pembiayaan diyakini dipenuhi dari sisa lelang SBN dalam negeri," kata Sri Mulyani, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Laksana Agung Saputra.APBN-P 2017 menargetkan pendapatan Rp 1.714 triliun dan belanja negara Rp 2.111 triliun. Defisit anggaran Rp 397 triliun atau 2,92 persen terhadap PDB. Realisasi belanja sampai akhir tahun, dalam skenario Kemenkeu, sekitar 98 persen dari anggaran. Adapun realisasi pendapatan 100 persen. Dengan demikian, defisit diproyeksikan 2,67 persen terhadap PDB. Tidak mencukupiSementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara kepada Kompas, Selasa, mengatakan, Indonesia membutuhkan dana dari luar negeri untuk pembangunan, karena dana di dalam negeri tidak mencukupi. Saat ini, rasio utang luar negeri pemerintah dan swasta terhadap PDB dinilai masih sehat, yaitu 34 persen. Namun, rasio utang luar negeri terhadap penerimaan devisa sudah cukup tinggi, yaitu 172 persen. Adapun rasio utang luar negeri terhadap ekspor pada semester I-2017 sudah 174,08 persen. "Lantaran utang luar negeri harus dibayar dengan valuta asing, maka Indonesia harus meningkatkan penerimaan devisa, baik dari ekspor, pariwisata, maupun remitansi. Hal itu dilakukan sambil mengurangi impor yang tak produktif," ujarnya. Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengemukakan, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap ekspor sudah menunjukkan lampu kuning. (LAS/HEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000