logo Kompas.id
EkonomiSecangkir Kopi
Iklan

Secangkir Kopi

Oleh
· 3 menit baca

Perayaan Hari Asuransi baru saja berlalu. Kendati sudah sering dibicarakan, sepertinya asuransi belum menjadi kebutuhan masyarakat dalam rencana keuangan keluarga. Hingga tahun lalu, tingkat penetrasi asuransi sekitar 7,5 persen dari 255 juta penduduk Indonesia. Angka ini tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun. Tingkat penetrasi itu sangat kecil dibandingkan dengan negara lain.Sebenarnya, kesadaran untuk membangun proteksi keluarga perlu dibangun sejak dini. Ketika seseorang mulai bekerja atau mulai memiliki penghasilan, sesungguhnya dia sudah mulai memerlukan proteksi. Setidaknya, untuk dirinya sendiri. Meskipun belum memiliki tanggungan, seperti anak atau pasangan, bisa jadi anak-anak muda itu sudah menanggung sebagian biaya sekolah adik atau keponakan. Bahkan, menjadi tulang punggung keluarga. Artinya, sudah ada pihak lain yang bergantung kepada dia. Jika anak muda yang baru bekerja itu terkena musibah hingga tidak dapat lagi memperoleh penghasilan, maka akan ada keluarga yang juga kesusahan. Kelak, sebagian besar dari mereka pun akan memiliki keluarga yang memerlukan perlindungan.Menurut hasil survei Princeton Amerika Serikat yang dibuat pada Juni lalu, ada 71 persen responden-yang merupakan generasi milenial-merasa tidak memerlukan asuransi. Mereka beralasan, saat ini masih sehat dan tidak memerlukan asuransi. Survei lain, juga di AS, menunjukkan hanya 39 persen milenial menyatakan perusahaan perlu menawarkan asuransi kepada karyawannya. Padahal, 70 persen mengatakan ingin menikah dan ingin memiliki rumah sendiri kelak. Di sisi lain, generasi milenial, anak muda yang baru lulus kuliah dan mulai bekerja itu dikenal sebagai generasi boros. Lebih banyak mementingkan keperluan saat ini ketimbang memikirkan keadaan keuangan masa depan.Padahal, membeli asuransi ketika muda ada beberapa keuntungan. Premi yang dibebankan perusahaan asuransi untuk mereka yang berusia 30 tahun jelas murah dibandingkan dengan premi yang harus dibayar ketika berusia 50 tahun. Sebagai gambaran, biaya premi asuransi berjangka yang dibebankan untuk mendapatkan perlindungan sebesar Rp 1,35 miliar bagi lelaki tidak merokok berusia 30 tahun adalah Rp 4.050.000 per tahun. Jika dihitung biaya premi per bulan sebesar Rp 337.500. Besaran premi ini tetap hingga masa asuransi berakhir pada tahun ke-20. Jika dihitung, biaya asuransi itu jauh lebih kecil daripada biaya minum kopi di kafe. Dengan mengasumsikan harga secangkir kopi Rp 50.000, maka biaya yang dihabiskan untuk kopi yang dinikmati sebelum masuk kantor-26 hari dalam sebulan-sebesar Rp 1.300.000 per bulan. Jumlah ini menjadi Rp 15.600.000 per tahun. Dengan perhitungan ini, jika dalam satu bulan mengorbankan secangkir kopi selama enam kali, maka anak-anak muda ini sudah dapat mengalokasikan dananya untuk membeli proteksi dengan uang pertanggungan yang lumayan besar.Kini, pertanyaan selanjutnya, mau pilih yang mana, mengurangi acara ngopi di kafe atau tidak memiliki proteksi sama sekali? (JOICE TAURIS SANTI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000