Pemanfaatan Batubara Belum Optimal
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan gas yang dihasilkan dan pembakaran atau gasifikasi batubara di dalam negeri belum optimal. Gasifikasi cocok untuk usaha atau industri kecil dan menengah sebagai pengganti bahan bakar minyak. Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan, gasifikasi batubara merupakan salah satu bentuk usaha meningkatkan nilai tambah batubara. Sayangnya, gasifikasi belum berjalan mulus. Adapun hilirisasi dalam bentuk peningkatan kalori batubara masih sebatas proyek percontohan. "Belum optimal dan masih berproses (gasifikasi batubara). Dari sisi kebijakan, pemerintah belum menerbitkan regulasi tentang hilirisasi batubara," kata Irwandy, Minggu (22/10), di Jakarta.Teknologi gasifikasi di dalam negeri sebetulnya tak ada kendala. Hanya saja, dari segi keekonomian kurang menarik untuk dikembangkan lebih lanjut. Seandainya akan dikembangkan dalam skala lebih besar, perlu insentif dari pemerintah.Salah satu perusahaan batubara yang hendak mengembangkan gasifikasi batubara adalah PT Bukit Asam (Persero) Tbk dengan menggandeng PT Pupuk Sriwidjaja Palembang. Proyek ini memanfaatkan batubara muda dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun untuk diolah sehingga menghasilkan gas. Rencana pembangunan pabrik gasifikasi batubara ini berlokasi di Banko Tengah, Tanjung Enim, dengan kapasitas 2.600 ton per hari. "Proyek itu masih panjang perjalanannya untuk direalisasikan," ujar Direktur Keuangan Bukit Asam Orias Petrus Mudak.Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menguji coba gasifier atau alat untuk menghasilkan gas lewat pembakaran batubara. Tiga unit gasifier diuji coba di tiga industri kecil dan menengah di Yogyakarta, yaitu dua unit untuk industri peleburan aluminium dan satu unit untuk industri batik. Berdasarkan perbandingan jumlah kalori yang dihasilkan, pemakaian 1 ton batubara setara dengan 4,5 barrel setara minyak. Untuk industri Gasifier yang dikembangkan Kementerian ESDM, selain lebih efisien, juga punya keunggulan pengoperasian yang mudah. Alat tersebut juga cocok dipakai untuk industri berbasis pertanian (pengering), industri peleburan logam aluminium, ataupun industri yang menggunakan boiler. Pemerintah mendorong hilirisasi batubara lewat pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang. Sebagian proyek PLTU mulut tambang dimasukkan dalam program pembangkit listrik 35.000 megawatt. PLTU mulut tambang adalah PLTU yang dibangun di area pertambangan batubara.Pada 2015, Kementerian ESDM mewacanakan penyusunan peta jalan hilirisasi batubara di dalam negeri. Salah satu alasan pentingnya hilirisasi adalah sebagian besar batubara Indonesia diekspor. Dari rata-rata produksi 400 juta ton per tahun, hanya 20 persen yang diserap di dalam negeri. Sisanya diekspor ke sejumlah negara. (APO)