Mengubah Perilaku
Sebagian besar penyakit kronik dan penyebab kematian dewasa ini sebenarnya berkaitan dengan perilaku berisiko yang umum dilakukan di masyarakat.
Kita baru saja melaksanakan hari bebas tembakau sedunia 31 Mei yang lalu. Setiap tahun, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menganjurkan kita untuk memeringatinya serta mengajak pada perokok berpuasa tembakau selama 24 jam hari itu.
Ajakan masih amat sederhana, seharusnya tentu ajakannya adalah untuk berhenti menggunakan tembakau. Namun, tampaknya WHO juga menyadari bahwa berhenti merokok bukanlah hal mudah sehingga masih melakukan ajakan yang lebih mudah dilaksanakan.
Setiap tahun, kita memeringati hari tanpa tembakau, namun agaknya jumlah perokok tidak berkurang secara nyata. Kemajuan yang kita rasakan adalah masyarakat mulai patuh untuk tidak merokok di tempat umum. Jumlah perokok baru di kalangan remaja terus bertambah. Kampanye bahaya rokok kalah oleh iklan yang menjajakan rokok.
Menurut WHO, setiap tahun, 6 juta orang meninggal dunia berkaitan dengan kebiasaan merokok. Penyebab kematian yang sering adalah kanker paru. Di Indonesia, kabarnya kanker paru juga sudah menjadi kanker yang sering ditemukan.
Di samping rokok, kebiasaan minum alkohol juga masih belum dapat dilenyapkan. Bahkan, kematian karena alkohol oplosan di desa-desa masih terus ada. Kecelakaan di jalan raya setiap tahun, menurut informasi, memakan korban 30.000 orang setiap tahun, sebagian besar pengendara sepeda motor. Di kota, pada umumnya pengendara sepeda motor sudah punya SIM dan melindungi kepala dengan helm.
Namun, di desa, remaja kita banyak yang tidak punya SIM serta berani mengendarai motor tanpa menggunakan helm. Akibatnya, jika terjadi kecelakaan dapat terjadi cedera kepala hebat. Tidak hanya di darat, perilaku berisiko juga di moda transportasi air.
Banyak penumpang kapal atau perahu tidak dilengkapi dengan pelampung. Apabila perahu atau kapal mengalami kecelakaan, banyak penumpang akan tenggelam. Kebiasaan merokok di dekat bahan bakar masih sering dilakukan, padahal tindakan itu bisa menimbulkan kebakaran.
Baca juga : Merokok di Rumah Bahayakan Kesehatan Anak
Bagaimana pendapat Dokter dengan kebiasaan yang masih kita jumpai di masyarakat? Apakah perilaku berisiko tersebut tidak akan dapat diubah? Berapa besar biaya yang dapat dihemat sekiranya perilaku berisiko tersebut dapat dihentikan?
Bagaimana upaya Kementerian Kesehatan untuk dapat menurunkan perilaku berisiko tersebut secara nyata? Sebagai contoh, media massa kita masih lebih gencar memuat iklan rokok daripada kampanye antirokok. Apakah pemerintah mempunyai dana yang cukup untuk melakukan upaya perubahan perilaku tersebut? Terima kasih.
S di J
Apa yang Anda kemukakan merupakan hal penting. Sebagian besar penyakit kronik dan penyebab kematian dewasa ini sebenarnya berkaitan dengan perilaku berisiko yang umum dilakukan di masyarakat.
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha mengadakan penyuluhan serta juga membuat peraturan bahkan undang-undang, namun tampaknya pelaksanaannya belum seperti yang kita harapkan.
Para pakar pendidikan menyadarkan kita bahwa untuk mengubah perilaku tidaklah mudah. Perilaku tak langsung berubah setelah mendapat informasi. Sejumlah rentetan kegiatan yang cukup panjang dan melelahkan biasanya harus dilalui untuk menghentikan kebiasaan lama dan menggantinya dengan kebiasaan baru.
Kebiasaan merokok umumnya sudah dipahami masyarakat sebagai kebiasaan yang tidak baik bagi kesehatan. Masyarakat di pihak lain juga mendapat paparan iklan bagaimana orang-orang sukses dan terkenal merokok. Merokok menjadi lambang keberhasilan.
Baca juga : Perokok Anak Meningkat, Batasi Akses dan Paparan Iklan Rokok
Remaja yang ingin berhasil dan terkenal beranggapan salah satu caranya adalah dengan meniru perilaku bintang iklan yaitu merokok. Meski pada iklan dan bungkus rokok telah diberi informasi tentang bahaya rokok, iklan halus yang penuh dengan rayuan dan hadiah memudarkan informasi tersebut.
Untuk dapat mengubah kebiasaan merokok tidaklah mudah. Pada umumnya seorang perokok harus mendapat informasi yang benar agar dia yakin bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan. Dia mencoba berhenti, namun satu dua hari kemudian akan kembali merokok karena sudah ketergantungan (adiksi) atau pengaruh lingkungan yaitu teman-teman atau saudara yang merokok.
Meski gagal berhenti penuh, mungkin dia akan mencoba lagi berhenti karena anjuran dokter atau keluarga. Mungkin berhenti lebih lama sekitar seminggu, namun lalu kembali lagi. Jika menyerah, dia akan jadi perokok lagi. Namun, situasi lingkungan selalu mengingatkan sehingga dia terus mencoba sampai suatu waktu berhasil berhenti dan tak merokok lagi.
Untuk dapat mengubah kebiasaan merokok tidaklah mudah. Pada umumnya seorang perokok harus mendapat informasi yang benar agar dia yakin bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan.
Banyak tokoh berhasil berhenti merokok misalnya Fidel Castro (pemimpin Kuba), Pak Harto, tokoh ekonomi kita Sumitro Djojohadikusumo, serta mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan. Sebagai panutan, tokoh-tokoh tersebut tidak hanya mampu berhenti merokok tetapi dapat dijadikan panutan oleh para remaja.
Dalam organisasi Kementerian Kesehatan kita ada unit amat penting yang berupaya melakukan pencegahan penyakit. Upaya itu dilakukan dengan penyuluhan serta upaya sistematis mengubah perilaku warga. Banyak pakar kesehatan masyarakat mendalami pengaruh perilaku berisiko pada kesehatan dan menurunkan kebiasaan berisiko tersebut.
Anggaran untuk perubahan perilaku itu tersedia, tapi mungkin tak sebesar dana iklan rokok. Meski demikian, para teman kita di Kementerian Kesehatan berusaha mengubah perilaku berisiko di masyarakat, terutama generasi muda.
Baca juga : Promosi Rokok Masif, Hak Dasar Anak Terancam
Tugas mengubah perilaku bersiko tentu bukan hanya jadi tugas Kementerian Kesehatan, tapi juga kementerian lain. Beberapa kementerian itu meliputi antara lain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Bahkan jangan lupa tugas tersebut juga menjadi tugas utama keluarga dan masyarakat. Keluarga adalah merupakan sarana yang amat penting dalam menumbuhkan kebiasaan sehat serta mencegah perilaku berisiko. Begitu pula lingkungan masyarakat akan dapat memengaruhi seorang remaja agar dapat terus didukung membiasakan perilaku sehat.
Jika perilaku berisiko ini berhasil kita tekan, pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan masyarakat amat besar. Jika kita berhasil menurunkan jumlah perokok secara nyata, manfaatkan jauh lebih besar daripada mendirikan rumah sakit modern yang menelan biaya ratusan miliar rupiah.
Tentu kita tak ingin ketinggalan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada warga Indonesia, tapi patut kita ingat bersama sejumlah perilaku berisiko yang dapat menimbulkan penyakit bahkan kematian bisa kita cegah bersama.
Pemerintah, organisasi profesi kesehatan, keluarga dan masyarakat harus bergandengan tangan menyelamatkan masyarakat dari dampak perilaku berisiko. Terima kasih atas perhatian Anda pada masalah perilaku ini. Semoga mengingatkan kita semua untuk bersama mengubah perilaku berisiko di masyarakat kita.