logo Kompas.id
EkonomiKebijakan Pangan Perlu...
Iklan

Kebijakan Pangan Perlu Diperbaiki

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Rangkaian rembuk bidang pangan yang berakhir Senin (23/10) malam menghasilkan enam rekomendasi. Masukan dari petani, akademisi, dan pelaku industri diharapkan memperbaiki kebijakan pemerintah di sektor pertanian setidaknya dua tahun ke depan.Pangan adalah satu dari 12 bidang rembuk yang digelar pemerintah dalam rangka menjaring saran, kritik, kontrol, dan gagasan baru bagi pembangunan. Pada penyelenggaraan ketiga tahun ini, rembuk nasional diawali dengan rembuk daerah di 16 perguruan tinggi di 14 provinsi di Indonesia, melibatkan akademisi serta pelaku usaha, termasuk petani, peternak, dan nelayan untuk bidang rembuk ketahanan dan kedaulatan pangan. Setelah sarasehan nasional petani di Sapta Tirta di Karanganyar, Jawa Tengah, pada 27-28 September, rembuk bidang pangan dilanjutkan dengan dua rembuk daerah, yakni di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada 16 Oktober dan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, pada 20 Oktober, sebelum ditutup dalam rembuk nasional di Jakarta, Senin. Ketua Bidang Rembuk Pangan Dwi Andreas Santosa, Selasa, mengatakan, ada enam rekomendasi yang dihasilkan dari rembuk bidang pangan. Keenam rekomendasi itu adalah kesejahteraan petani, penguatan sumber daya petani dan reforma agraria, perbaikan data produksi pertanian, tata kelola dan kelembagaan pangan, mutu keamanan dan diversifikasi pangan, serta pengembangan peternakan.Peserta rembuk menilai pemerintah telah berupaya keras menurunkan angka kemiskinan. Hasilnya, kemiskinan di perdesaan turun dari 14,3 persen pada Maret 2014 menjadi 13,96 persen pada Maret 2017 menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, indeks kedalaman meningkat dari 2,26 menjadi 2,49, sementara indeks keparahan naik dari 0,57 menjadi 0,67. Data itu menunjukkan ketimpangan yang semakin besar di perdesaan.Nilai tukar petani (NTP), sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani, turun dari 101,98 pada Januari-September 2014 menjadi 100,71 pada Januari -September 2017. NTP tanaman pangan menjadi NTP dengan nilai terendah dan turun dari 98,59 menjadi 97,21 pada periode yang sama.Peserta rembuk mengusulkan perbaikan kesejahteraan petani. Caranya antara lain dengan menjamin harga di tingkat usaha tani serta peningkatan kewirausahaan petani, baik melalui badan usaha maupun korporatisasi. Subsidi pupuk, benih, dan bantuan alat mesin pertanian perlu dialihkan ke subsidi hasil pertanian karena lebih efektif dan bisa dinikmati petani. PenyuluhanHasil rembuk juga menilai pengerahan bintara pembina untuk penyuluhan pertanian tidak efektif. Sejumlah ahli dan aktivis mengusulkan strategi baru dengan mengerahkan petani inovator dan berprestasi sebagai penyuluh. Dalam kerjanya, penyuluh didampingi pengajar dari perguruan tinggi. Program reforma agraria, khususnya redistribusi lahan untuk petani kecil perlu ditingkatkan karena terbukti di banyak negara menjadi pengungkit kesejahteraan. Pemerintah juga dinilai perlu berupaya lebih keras mencegah alih fungsi dan alih kepemilikan lahan pertanian dari petani ke pemodal. Perbaikan data produksi pertanian juga menjadi sorotan para peserta rembuk, baik petani, pelaku industri berbasis pertanian, maupun lembaga dan instansi terkait. Akurasi data menjadi faktor penting dalam kebijakan pertanian. Sebaliknya, data yang tidak akurat menyebabkan kerugian, baik petani, pelaku usaha maupun konsumen. Saran lain adalah terkait tata kelola dan kelembagaan pangan. Tiga tahun terakhir, pemerintah dinilai telah berhasil menjaga stabilitas harga, terbukti dari rendahnya inflasi. Inflasi September 2016 ke September 2017 hanya 3,72 persen dan bahkan untuk pangan hanya 1,04 persen. Namun, kebijakan pangan masih bersifat ad hoc, tidak terintegrasi. Akibatnya, rentang kendali terlalu lebar. Rembuk merekomendasikan pembentukan badan pangan nasional yang independen dan bertanggung jawab secara langsung kepada presiden sesuai amanat Undang-Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan.Poin lain adalah terkait peternakan. Impor daging kerbau dinilai tidak efektif menekan harga. Keberadaannya bahkan mendistorsi pasar dan menimbulkan peredaran daging oplosan, daging kerbau dan sapi. Impor juga berpotensi menghilangkan nilai tambah bisnis sapi sebesar Rp 26,85 triliun.Ketua Panitia Rembuk Nasional 2017 Firdaus Ali menyatakan, seluruh hasil rembuk akan disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden yang diharapkan menjadi bahan perbaikan dua tahun ke depan. "Hasil rembuk ini merupakan produk para pakar," ujarnya. (MKN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000