logo Kompas.id
EkonomiBank Tak Bisa Menunggu
Iklan

Bank Tak Bisa Menunggu

Oleh
· 3 menit baca
Iklan

JAKARTA, KOMPAS — Industri perbankan tak bisa lagi menunggu terlalu lama untuk mengembangkan potensi layanan digital. Namun, perbankan yang hendak mengoptimalkan potensi digitalnya mesti membangun kemampuan pemasaran dan analisis digital agar kompetitif. Laporan Tahunan McKinsey Global Banking 2017 yang dikutip Kompas, Rabu (25/10), menyebutkan, pergerakan digital-yang terjadi di berbagai bidang-menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi industri perbankan. Bank mesti mengikuti pergerakan ekosistem ekonomi dunia yang dimotori digital dan data. Paparan McKinsey mengenai pengaruh digital pada industri perbankan menguatkan estimasi lembaga itu pada 2015. Diperkirakan, pendapatan dari lima bisnis ritel utama perbankan, yakni pembiayaan konsumer, pembiayaan perumahan, pinjaman usaha kecil menengah, pembayaran ritel, dan pengelolaan kekayaan, akan tertekan pada 2025. Akibatnya, laba juga dapat berkurang. Karena itu, bank dapat menggunakan layanan digital, yang diyakini bisa menekan biaya operasional perbankan. Menanggapi hal ini, ekonom di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, A Prasetyantoko, berpendapat, digital memang bisa mendorong pertumbuhan industri perbankan di Indonesia yang daerahnya luas dan berpulau-pulau. "Jika menggunakan infrastruktur fisik sulit diakses, maka digital bisa menjadi solusinya," kata Prasetyantoko di Jakarta, Rabu (25/10). Namun, ujar Prasetyantoko, tidak mudah bagi bank konvensional untuk berubah tiba-tiba menjadi berbasis digital. Ada transformasi yang harus dilakukan untuk menuju bank berbasis layanan digital. "Cara lain yang bisa dilakukan, bank menerbitkan produk teknologi finansial atau mengakuisisi perusahaan tekfin," katanya. Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Tigor Siahaan mengatakan, persaingan dalam layanan digital dengan bank lain memang terjadi. Namun, saat ini muncul pesaing baru bagi bank, yakni tekfin. Sebab, tekfin menggunakan model bisnis yang nyaris sama dengan perbankan. EfisienKepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, tak ada pilihan bagi bank selain melakukan digitalisasi di tengah persaingan industri keuangan yang makin ketat. Bahkan, ada riset yang menunjukkan, sekitar 30 persen pekerjaan di perbankan bisa digantikan perannya oleh digital. "Namun, harus hati-hati karena nanti isunya bisa bergeser ke soal pengangguran. Digitalisasi tetap perlu dilakukan perbankan kalau memang ingin mengefisienkan biaya operasional," kata Lana. Perbankan Indonesia sudah mulai melakukan digitalisasi di berbagai hal antara lain melalui layanan perbankan nirkantor. Layanan keuangan digital tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) itu diluncurkan oleh Otoritas Jasa Keuangan beberapa tahun lalu. Menurut Lana, digitalisasi bisa mendorong inklusi karena jangkauan bank menjadi lebih luas tanpa harus membuka kantor cabang baru. Bank tinggal menempatkan penangkap data elektronik (EDC) dan sistem transaksi yang terhubung dengan perbankan. Bagi perbankan, masuknya perusahaan rintisan tekfin, khususnya pinjam-meminjam antarpihak, bisa dianggap sebagai pesaing baru. Perusahaan rintisan ini menjalankan sistem intermediasi, seperti yang dilakukan perbankan. Menurut Lana, teknologi digital memungkinkan terjadinya kolaborasi di antara perbankan dengan usaha rintisan tekfin pinjam-meminjam antarpihak. (AHA/IDR)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000