logo Kompas.id
EkonomiPemerintah Perbaiki Tata...
Iklan

Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Migrasi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan bagian dari upaya perbaikan tata kelola migrasi yang melibatkan pemerintah di tingkat pusat sampai desa. Mekanisme seperti itu diharapkan bisa mencegah penempatan nonprosedural dan tindak pidana perdagangan orang. Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan hal itu saat menghadiri pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Rabu (25/10), di Jakarta. UU PPMI terdiri dari 13 bab dan 91 pasal. Hanif mengatakan, salah satu poin penting adalah dipakainya UU Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan Keluarganya sebagai pertimbangan regulasi. UU PPMI menggantikan UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Proses pembahasan revisi ataupun perubahan memakan waktu sekitar tujuh tahun. "Wujud tata kelola migrasi sehat yang ada di UU PPMI adalah layanan terpadu satu atap di tingkat provinsi serta kabupaten/kota. Tujuannya untuk memudahkan pengurusan dokumen administrasi keberangkatan. Transparansi pengurusan menjadi lebih terjamin," ujar Hanif. Menurut dia, masih ada enam substansi penting selain tata kelola migrasi sehat. Sebagai contoh, pembagian tugas antara pembuat dan pelaksana kebijakan dalam penyelenggaraan pelindungan pekerja migran mulai sejak sebelum berangkat hingga purna penempatan. Menyoal pelindungan hukum, Pasal 31 menyebutkan, pekerja migran Indonesia hanya dapat bekerja di negara tujuan penempatan yang mempunyai peraturan setara UU untuk melindungi tenaga kerja asing dan telah memiliki perjanjian tertulis dengan Indonesia. Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menyoroti Pasal 30 UU PPMI. Isinya, pekerja migran tidak dapat dibebani biaya penempatan. Selama ini, banyak kasus seputar ongkos penempatan yang lebih tinggi dibandingkan nilai yang sudah ditetapkan pemerintah. Hal itu disebabkan maraknya pungutan para calo. Akibatnya buruh migran harus rela mengangsur ongkos dari gajinya atau bahkan mencari pinjaman. Cakupan definisi pekerja migran Indonesia menurut UU ini adalah pekerja yang bekerja pada pengguna perusahaan badan hukum, perseorangan atau rumah tangga, serta pelaut awak kapal dan perikanan. Dede mengatakan, pekerja migran mandiri bisa berangkat sendiri ke negara penempatan. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo dalam keterangan pers, mengapresiasi substansi penguatan peran pemerintah pusat hingga desa. Ini bisa dimaknai sebagai komitmen negara untuk memberikan perlindungan dan mengakhiri sentralisasi tata kelola migrasi. Wahyu juga mengapresiasi ketentuan yang mengamanatkan pekerja tidak boleh dibebani biaya penempatan. "Amanat itu harus terwujud. Tidak boleh ada sabotase pada peraturan pelaksananya," kata Wahyu.Wahyu mengatakan, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Misalnya, menyelesaikan perumusan rancangan UU perlindungan pekerja rumah tangga. Ini perlu untuk memastikan adanya pengakuan serta perlindungan hak tenaga kerja di sektor domestik yang selama ini kerap diabaikan. (MED)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000