Pariwisata Terpengaruh Digital
JAKARTA, KOMPAS — Kemunculan teknologi informasi komunikasi dianggap bisa meningkatkan pertumbuhan industri pariwisata. Akan tetapi, infrastruktur jaringan pita lebar yang belum merata serta perlakuan terhadap pemain digital asing dan lokal yang masih belum setara menjadi kendala terbesar.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan, jumlah kunjungan turis asing ke Indonesia tumbuh 25,68 persen selama periode Januari-Agustus 2017. Pencapaian ini empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang dialami negara-negara di kawasan regional atau global.
Devisa dari pariwisata juga terus meningkat. Penerimaan devisa pada 2014 sebesar 11,166 juta dollar AS, lalu menjadi 12,225 juta dollar AS pada 2015. Nilainya kembali naik hingga menjadi 13,568 juta dollar AS pada 2016.
"Go digital menyebabkan hal itu bisa dicapai. Mayoritas turis sekarang menggunakan mesin pencari dan media sosial di setiap aktivitas bepergian," ujar Arief di sela-sela diskusi Go Digital Wonderful Indonesia, Senin (13/11), di Jakarta.
Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menyebutkan, pihaknya telah membangun pemancar berteknologi 4G LTE di 12 destinasi, seperti Wakatobi, Labuan Bajo, dan Tanjung Lesung.
Pembangunan bertujuan untuk membantu penciptaan ekonomi di kawasan wisata meskipun hingga sekarang tingkat pemanfaatannya masih rendah. Dia mengaku, penyediaan pemancar di 12 destinasi adalah bagian dari dukungan perusahaan terhadap program pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Jamalul Izza menuturkan, digital sudah menjadi bagian penting di ekosistem industri pariwisata. Hal ini dipengaruhi oleh perilaku wisatawan yang serba mengandalkan internet untuk pemenuhan akomodasi mereka. Akan tetapi, sampai sekarang, kondisi infrastruktur jaringan pita lebar belum merata ke semua daerah.
Praktisi pemasaran dan periklanan digital Nukman Luthfie berpandangan, popularitas media sosial seharusnya menjadi perhatian pelaku industri pariwisata. Misalnya, pengusaha dapat memasang layanan konsumen di media sosial.
Senior Global Digital Marketing Specialist Traveloka, Muhammad Ilman Akbar, mengatakan, Traveloka berdiri pada tahun 2012. Selama 2015-2016, perusahaan berhasil berekspansi ke lima negara di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Traveloka terus berinvestasi pemasaran dan teknologi.
Dampak ke perhotelan
Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani, di sela-sela konferensi pers The Hotel Week Indonesia, berpendapat, kemunculan teknologi digital memengaruhi industri perhotelan di Indonesia.
Dari sisi positif, dia mengatakan, pemasaran okupansi kamar hotel terbantu dengan kehadiran agen perjalanan daring (OTA). Adapun dari segi negatifnya adalah pemain OTA, terutama asing, meminta komisi cukup tinggi kepada pemilik hotel sampai 20-30 persen.
Meski demikian, kebanyakan di antara mereka tidak memiliki entitas badan hukum dan tidak membayar pajak penghasilan di Indonesia.
Hotel berbintang di Indonesia sejumlah sekitar 2.350 dengan sekitar 290.000 kamar. Jumlah hotel nonbintang sekitar 16.000 dengan total kamar 285.000. Apabila ditambah rumah singgah, vila, dan jasa penginapan berbasis ekonomi berbagi, Hariyadi memperkirakan total kamar ada satu juta. (MED)