Sertifikasi Diperlukan
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan tuna menggunakan alat tangkap huhate dan pancing ulur memerlukan dukungan sertifikasi agar diakui pasar internasional sebagai produk ramah lingkungan dan bernilai tambah. Saat ini, Indonesia belum mengantongi sertifikat ekolabel.
Padahal, Indonesia merupakan pemasok tuna terbesar dunia dengan alat tangkap huhate (pole and line) dan pancing ulur (handline).
Hal itu mengemuka dalam peluncuran kerja sama kemitraan organisasi International Pole & Line Foundation (IPNLF) dan Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Hand Line Indonesia (AP2HI) dengan Walton Family Foundation, Senin (13/11), di Jakarta.
Dalam kerja sama itu, Walton Family Foundation memberikan dana hibah 1,1 juta dollar AS pada periode 2017-2019 untuk mengakselerasi perbaikan dan pengelolaan perikanan huhate dan pancing ulur agar meraih sertifikasi ekolabel dari Marine Stewardship Council (MSC). MSC merupakan konsil yang menetapkan standar perikanan berkelanjutan.
Ketua AP2HI Janti Djuari mengemukakan, proyek kerja sama selama dua tahun itu ditargetkan mendapatkan sertifikasi MSC bagi seluruh nelayan huhate dan pancing ulur yang tergabung dalam AP2HI. Saat ini, ada 1.133 nelayan huhate dan pancing ulur yang menjadi anggota AP2HI. Biaya untuk sertifikasi ditaksir 250.000 dollar AS.
Menurut Janti, produk tuna dan cakalang yang dipancing satu-satu dengan huhate dan pancing ulur memiliki nilai jual 10-15 persen lebih tinggi ketimbang hasil tangkapan masif dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine). Produksi tuna Indonesia dari hasil tangkapan huhate dan pancing ulur mencapai 140.000 ton per tahun atau terbanyak di dunia. Berikutnya, dari Maladewa, sebanyak 90.000 ton per tahun. Namun, produk tuna Indonesia tersebut belum bersertifikat, sedangkan tuna Maladewa sudah bersertifikat.
Kalengan
Sebagian besar produk tuna hasil huhate dan pancing ulur dijual ke pasar Eropa, berupa tuna kalengan. Saat ini, pasar internasional kian menuntut sertifikasi untuk menjamin produk tersebut ramah lingkungan dan memenuhi kaidah perikanan berkelanjutan. Dengan sertifikasi, harga produk tuna itu diperkirakan bisa meningkat lagi hingga 20 persen dibandingkan dengan produk tuna hasil purse seine.
"Sudah saatnya ada nilai tambah. Sertifikasi MSC ini adalah alat untuk menaikkan harga jual, nelayan lebih sejahtera, dan industri tumbuh," kata Janti.
Chairman IPNLF John Burton mengemukakan, pihaknya melihat perbaikan yang signifikan dalam manajemen pengelolaan huhate dan pancing ulur di Indonesia. Dengan lebih dari 64 juta orang yang tinggal dalam jarak 10 kilometer dari garis pantai, memancing merupakan andalan ekonomi Indonesia dan cara hidup tradisional bagi masyarakat pesisir.
"Penggunaan huhate dan pancing patut dirayakan karena memberi dampak yang minimum terhadap lingkungan, menyerap tenaga kerja, mendukung mata pencarian dan kesejahteraan masyarakat lokal, dan perikanan yang bertanggung jawab," katanya.
Proyek ini diharapkan mendorong perbaikan dan pengelolaan perikanan. Selain itu, bisa memperkuat kapabilitas industri, pengembangan kebijakan, dan menghubungkan dengan jaringan pasar internasional. Perbaikan sektor perikanan tangkap tuna satu-satu harus memberikan dampak positif di bidang sosial, ekologis, dan ekonomi, secara beriringan dan mendorong keberlanjutan perikanan.
Sertifikasi itu bertujuan menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan pasar internasional memiliki komitmen terhadap produk laut lokal yang bersertifikat.
Konsultan Perikanan dari Walton Family Foundation, Lida Pet Soede, mengemukakan, dunia mengetahui bahwa Indonesia merupakan salah satu yang terdepan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan dan pemberantasan perikanan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUUF) dalam beberapa tahun terakhir.
Komitmen Indonesia melarang seluruh bentuk penangkapan ikan ilegal dinilai sangat serius dan mendapat apresiasi pasar. Tidak ada keraguan bagi visi Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha dalam perikanan yang berkelanjutan.
"Proyek kerja sama ini diharapkan menunjukkan manfaat yang dapat diberikan kepada nelayan, konsumen, dan laut yang sehat dari hasil perikanan yang dikelola dengan baik dan bertanggung jawab," ujarnya. (LKT)