MANADO, KOMPAS — Pemerintah Indonesia memastikan tidak akan mengubah skema divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Hal itu dipandang sebagai perwujudan kedaulatan sumber daya alam bangsa ini.
Presiden Joko Widodo mengatakan hal tersebut ketika berbicara di hadapan 700 peserta Kongres Ke-20 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, di Manado, Sulawesi Utara, Rabu (15/11) pagi.
Menurut Presiden, proses negosiasi selama tiga tahun tidak akan mengubah sikap pemerintah atas skema divestasi tersebut. Proses negosiasi itu sendiri berlangsung hingga Januari tahun depan.
”Saya jadi tidak mengerti mengapa kita diam saja hanya dapat 9 persen (saham). Sekarang kita tidak pernah ragu-ragu menuntut saham 51 persen. Kalau ragu, akan ragu terus-menerus. Jangan mundur, yakin kita dapat,” tutur Presiden.
Hingga saat ini, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia hanya 9,36 persen dari 50 tahun operasi Freeport di Indonesia. Dengan aturan yang ada, PT Freeport Indonesia wajib melepas sahamnya kepada peserta Indonesia dengan besaran tidak boleh kurang dari 51 persen.
Tahun 2015, Freeport Indonesia pernah menawarkan 10,64 persen saham kepada Pemerintah Indonesia senilai 1,7 miliar dollar AS (setara Rp 22,6 triliun dengan nilai tukar Rp 13.300 per dollar AS). Saat itu, Freeport Indonesia memasukkan cadangan mineral dengan asumsi masa operasi diperpanjang hingga tahun 2041. Menurut pemerintah ketika itu, nilai saham 10,64 persen itu setara dengan 600 juta dollar AS.
Tugaskan 3 menteri
Selanjutnya, Presiden Jokowi menyebutkan skema divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia sebagai perwujudan kedaulatan kekayaan sumber daya alam Indonesia. Presiden telah menugaskan tiga menteri untuk melakukan negosiasi tersebut, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Presiden mengatakan, kedaulatan sumber daya alam telah ditunjukkan pemerintah melalui operasi penertiban dan penenggelaman kapal-kapal ikan asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia.
Menurut Presiden Jokowi, terdapat 8.000 kapal ikan asing yang selama bertahun-tahun menguasai laut Indonesia yang kaya dengan ikan. Penguasaan asing itu menjadikan nelayan Indonesia terpinggirkan sehingga banyak yang beralih profesi.
Tercatat, separuh dari 1,6 juta nelayan Indonesia meninggalkan profesi itu karena kalah bersaing di lautnya sendiri. Proses penertiban di laut teritorial melalui kebijakan perikanan nasional menjadikan nelayan Indonesia dapat hidup sejahtera.