RI Bisa Tumbuh 5,3 Persen
JAKARTA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh positif, dari 5,1 persen di 2017 ke 5,3 persen di 2018. Dalam jangka menengah, keberlanjutan pertumbuhan ditentukan reformasi pajak, produksi, tenaga kerja, dan pasar keuangan.
Demikian antara lain hasil evaluasi tim Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap perekonomian Indonesia tahun ini. Evaluasi dilakukan tim yang terdiri atas tujuh pakar selama 1-14 November, dipimpin Kepala Misi IMF untuk Indonesia Luis E Breuer. Evaluasi tahunan dilakukan dengan cara mengkaji data dan mewawancarai pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Secara umum, kami melihat ekonomi Indonesia berjalan sangat baik. Ketika membandingkan Indonesia dengan negara lain, kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen cukup tinggi," kata Luis dalam wawancara dengan Kompas di Jakarta, Selasa (14/11).
Selain pertumbuhan ekonomi yang tinggi, lanjut Luis, inflasi juga rendah, nilai tukar rupiah stabil, dan transaksi berjalan terkelola baik. Dengan demikian, dari perspektif ekonomi makro, Indonesia dalam kondisi baik dan akan terus berlanjut dalam tren positif tersebut.
Dalam jangka pendek, IMF merekomendasikan agar pemerintah fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi sembari menjaga stabilitas. Dalam konteks ini, kebijakan moneter harus fokus menstabilkan harga dan mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi. Adapun kebijakan fiskal harus membangun kembali bantalan untuk melindungi stabilitas.
Sementara untuk mendorong keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah, IMF merekomendasikan agar pemerintah melanjutkan dan mengintensifkan reformasi struktural di sejumlah bidang. Bidang yang dimaksud mencakup sistem pajak, produksi, tenaga kerja, dan pasar keuangan.
Pemerintah Indonesia, menurut Luis, ingin meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini untuk memastikan perekonomian menciptakan lapangan kerja sesuai kebutuhan pencari kerja.
"Dan, kami percaya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen adalah hal yang mungkin terjadi. Akan tetapi, membutuhkan keberlanjutan dan intensifikasi reformasi yang selama ini telah dijalankan pemerintah serta penambahan reformasi baru untuk memodernisasi perekonomian," kata Luis.
Luis menekankan, faktor kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah menjaga stabilitas ekonomi. Tanpa stabilitas, tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti pengelolaan yang baik dan hati-hati di bidang APBN, tingkat bunga, dan sektor keuangan.
Faktor kunci berikutnya adalah terus mendorong reformasi di sejumlah area krusial. Area yang dimaksud adalah infrastruktur, sistem perpajakan, harmonisasi peraturan di seluruh level pemerintahan, dan modernisasi skema peraturan. "Juga sumber daya manusia, yakni dengan melanjutkan peningkatan di bidang pendidikan dan kesehatan. Yang terakhir, mengadopsi rencana komprehensif pembangunan sektor keuangan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dengan lebih baik," katanya.
Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dikhawatirkan mandek di kisaran angka 5 persen. Agar bisa terlepas dari jebakan itu, tiga sektor kunci yang perlu digerakkan adalah konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspansi swasta, dan peningkatan pendapatan pemerintah.
Hal itu mengemuka dalam "Prospek Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan PT Bank HSBC Indonesia di Jakarta, kemarin. Managing Director Head of Global Markets HSBC Indonesia Ali Setiawan dan Chief Economist ASEAN Global Research HSBC Joseph Incalcaterra hadir sebagai pembicara.
Ali mengatakan, indikator makro ekonomi Indonesia memang baik dan ditopang kuat oleh stabilitas sistem keuangan. Namun, di dalam negeri sebenarnya ada persoalan pelik yang perlu segera ditangani, yaitu perlambatan konsumsi rumah tangga dan sektor swasta.
Banyak yang beranggapan konsumsi rumah tangga melambat karena ada peralihan pola konsumsi, terutama dari pembelian secara konvensional ke dalam jaringan (daring). Namun, faktor utama perlambatan konsumsi itu sebenarnya terjadi karena daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah turun.
"Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau waktu bekerjanya berkurang," katanya.
Incalcaterra menyatakan, dunia memandang perekonomian Indonesia membaik dan memiliki ketahanan terhadap potensi krisis. Namun, Indonesia tidak cukup berada pada pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen.
Pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada finansial pemerintah, tetapi juga perlu digerakkan sektor swasta. Artinya, sektor swasta menjadi kunci penggerak ekonomi dan turut mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
(LAS/HEN)