Kembangkan Sulam Airguci
Risna Apriliyana (38) memutuskan berhenti bekerja pada 2004 demi meneruskan usaha kerajinan sulam airguci yang dirintis oleh neneknya. Saat itu, kondisi kesehatan ibunya sudah mulai menurun dan tidak sanggup lagi menjalankan usaha tersebut. Di tangan Risna, usaha warisan itu terus berkembang dengan berbagai inovasi.
Sulam airguci atau arguci merupakan salah satu usaha kerajinan khas Kalimantan Selatan. Sulam itu berupa sulaman pada kain yang dihiasi payet (hiasan berkilap), manik-manik, dan aksesori lainnya. Produk kerajinan sulam airguci berupa hiasan dinding, pakaian adat, taplak meja, sarung bantal sofa, sarung kotak tisu, dan sebagainya.
"Saya, sebagai generasi ketiga, mencoba berinovasi dengan warna dan motif. Saya sering membuat produk dengan warna merah marun, menggunakan payet Jepang, dan motif minimalis karena lebih diminati pembeli zaman sekarang," kata Risna saat ditemui di Banjarmasin, beberapa waktu lalu.
Kendati berinovasi, Risna tetap mempertahankan motif tradisional, ajaran dari sang nenek. Motif itu, antara lain, menggambarkan flora-fauna, seperti sisik tenggiling, kembang teratai, nanas, gigi haruan (gigi ikan gabus), pilin berganda (motif spiral), dan gegetas (motif tanaman).
Menurut ibu dua anak ini, motif tradisional memang terkesan ramai. Akan tetapi, tetap masih ada yang menyukainya. Bahkan, menurut dia, motif-motif tertentu harus dipertahankan, misalnya pada sulaman pakaian adat pengantin Banjar dan hiasan pelaminan.
"Motif tradisional itu mengandung filosofi," ujarnya.
Dalam tradisi Banjar, kerajinan sulam airguci muncul pada abad ke-18. Namun, Hj Kasniyah, nenek Risna, baru merintis usaha ini pada 1960. Pada awalnya, sang nenek hanya membuat sulaman airguci pada pakaian adat pengantin Banjar dan hiasan pelaminan. Lambat laun, sulaman airguci tersebut dikembangkan pada hiasan dinding, kaligrafi, dan sarung bantal. "Nenek membina ibu-ibu lainnya agar terampil membuat sulaman airguci. Atas kiprahnya, nenek menerima Upakarti dari Presiden Soeharto di Istana Negara, Jakarta, 14 Desember 1994," ungkap Risna.
Berbekal keterampilan membuat sulaman airguci yang diajarkan nenek dan ibunya, Risna pun meneruskan usaha kerajinan sulam airguci "Argadia Melati" yang sudah dikenal banyak orang. "Saya generasi ketiga satu-satunya yang melanjutkan usaha ini. Cucu-cucu nenek yang lain lebih memilih menjadi pegawai negeri sipil," tuturnya.
Pameran
Risna, yang berpendidikan Diploma III Ilmu Komputer dan pernah bekerja di bank, akhirnya memilih berwirausaha dengan menjalankan usaha kerajinan sulam airguci. Ia mencoba terus berinovasi dan meningkatkan strategi pemasaran produk-produknya.
Untuk pemasaran, Risna mengoptimalkan kegiatan pameran. Apalagi, ia kerap dibawa instansi pemerintah mengikuti pameran ke luar daerah, bahkan luar negeri. Produk-produk sulaman airguci hasil karyanya sudah merambah kota-kota besar, seperti Surabaya dan Jakarta. Bahkan, sulamannya sudah dibawa pembeli hingga ke Singapura dan Jeddah.
Selain itu, ia juga melakukan kerja sama dengan berbagai instansi dalam membuat produk cendera mata. "Saya juga membuat blog untuk memperkenalkan produk-produk saya. Tak sedikit yang datang ke tempat saya setelah melihat blog saya," ujarnya.
Mandiri
Sebagai usaha warisan yang sudah cukup mapan, Risna tidak lagi terikat pada bantuan permodalan dari perbankan, tetapi sudah bisa mandiri.
"Kegiatan produksi selama ini sudah dilakukan secara mandiri. Apalagi, produksi masih sering dilakukan berdasarkan pesanan. Dengan begitu, produk baru dikerjakan setelah pemesan membayar uang muka," ujarnya.
Untuk menghasilkan produk sulaman airguci, Risna dibantu 10 tenaga kerja lepas. Mereka semuanya adalah perempuan yang sudah terlebih dahulu dilatih oleh Risna. Setiap pekerja bertanggung jawab menyelesaikan satu produk. Artinya, satu produk harus dikerjakan satu orang dari awal sampai akhir supaya hasilnya sama dan rapi.
Setiap pekerja diupah sesuai dengan produk sulaman yang dikerjakan. Upahnya mulai dari Rp 5.000 per produk. Semakin rumit sulamannya, semakin besar upahnya.
"Para pekerja hanya bertugas menyulam kain yang sudah dilukis dengan motif tertentu. Untuk membuat pola dan melukis motif pada kain tetap saya kerjakan sendiri," kata Risna.
Produk-produk kerajinan sulam airguci dijual mulai harga Rp 50.000 hingga lebih dari Rp 5 juta per satuan. Produk termurah adalah sarung kotak tisu dengan harga Rp 50.000 per satuan. Adapun produk yang paling mahal adalah pakaian adat pengantin Banjar dengan harga di atas Rp 5 juta sepasang.
Menurut Risna, penjualan produk kerajinan sulam airguci cenderung fluktuatif dan sangat bergantung pada momen tertentu. Pada momen tertentu, misalnya hari jadi kota/kabupaten atau provinsi, permintaan cenderung tinggi sehingga ia bisa meraup keuntungan bersih lebih dari Rp 15 juta dalam sebulan.
"Kalau dihitung rata-rata, keuntungan bersih setiap bulan berkisar Rp 5 juta sampai Rp 15 juta," ungkapnya.
Risna mengaku, persaingan pasar produk kerajinan sulam airguci cukup ketat, terutama dari para perajin sulam airguci di Martapura dan Banjarbaru.
"Untuk merebut pasar, saya terus berinovasi dan selalu mengutamakan kualitas serta komitmen tepat waktu dalam menyelesaikan produk pesanan pelanggan," katanya.