Armada Penangkapan Ikan Masih Timpang
JAKARTA, KOMPAS — Tekad Pemerintah Indonesia memerangi perikanan ilegal perlu dibarengi pembenahan tata kelola perikanan dalam negeri. Salah satu tantangannya adalah ketimpangan struktur armada perikanan. Kapal kecil dengan bobot di bawah 10 gros ton saat ini masih mendominasi usaha perikanan tangkap.Hal ini dikemukakan oleh Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan di Jakarta, Minggu (19/11). Pada periode 2013-2014, terjadi penurunan jumlah armada ukuran di bawah 10 gros ton (GT) dari 198.297 unit pada 2013 menjadi 194.867 pada 2014. Meski demikian, jenis dan jumlah kapal ukuran di bawah 10 GT itu tetap mendominasi armada tangkap di Indonesia, yakni 87 persen dari total armada penangkapan ikan. Pada 2016-2017, pemerintah mengalokasikan program bantuan kapal untuk koperasi nelayan. Dari total proyek 754 kapal bantuan nelayan 2016, kapal ukuran 3-10 GT berjumlah 676 unit. Sementara itu, dari total proyek 782 kapal bantuan nelayan pada 2017, alokasi kapal ukuran 3-10 GT mencapai 761. Kapal ukuran 5 GT mendominasi dengan 382 unit. Abdi mengatakan, kapal ukuran 10 GT tidak diwajibkan melakukan registrasi dan mengurus izin penangkapan ikan. Tanpa pengaturan, sulit mewujudkan praktik perikanan berkelanjutan yang dikampanyekan Pemerintah Indonesia. Saat ini, pasar internasional juga kian menuntut hasil tangkapan ikan dapat ditelusuri asal-usulnya, lokasi tangkapan, pendaratan, hingga kejelasan dokumen kapal.Ketertelusuran "Ketiadaan izin bagi kapal-kapal kecil akan berdampak pada sulitnya melakukan ketertelusuran hasil dan lokasi tangkapan, serta berpotensi menimbulkan penangkapan berlebih," ujarnya. Sementara itu, peneliti DFW Indonesia, Nilmawati, mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu menyiapkan instrumen pengelolaan perikanan dengan menempatkan operator dan sistem pendataan agar bisa menelusuri kegiatan penangkapan ikan skala kecil sampai ke lokasi penangkapan. Tanpa sistem pemantauan dan pengawasan, keberadaan nelayan kecil yang melintas batas wilayah berpotensi dikategorikan praktik perikanan ilegal. (LKT)