logo Kompas.id
EkonomiAda Indikasi Kebocoran...
Iklan

Ada Indikasi Kebocoran Penerimaan Negara

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch menduga ada indikasi kebocoran penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara. Sepanjang 2006 sampai 2016, berdasarkan penelitian, indikasi kebocoran itu mencapai Rp 133,6 triliun. Pemerintah belum akan mengambil sikap sampai ada bukti data yang akurat.Koordinator Divisi Riset pada Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, indikasi kebocoran penerimaan negara itu datang dari sejumlah transaksi ekspor yang tak dilaporkan ke negara. Adapun nilai transaksi ekspor batubara sepanjang 2006-2016 sekitar Rp 365,3 triliun. Dari nilai transaksi itu, potensi kehilangan pendapatan negara dari pajak atau royalti sekitar Rp 133,6 triliun.Data diperoleh dengan membandingkan data ekspor batubara dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Perdagangan. Selain itu, ICW juga mengumpulkan data ekspor batubara yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data dari negara tujuan ekspor (pembeli) batubara Indonesia."Kami merekomendasikan agar penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menindaklanjuti melalui penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara," ujar Firdaus dalam diskusi bertajuk "Perbaikan Pengelolaan Batubara Indonesia: Mencegah Kerugian Negara dari Sektor Batubara", Senin (20/11), di Jakarta.Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan Yuli Kristiono mengatakan, sejumlah temuan seperti yang disampaikan ICW itu tengah diteliti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Masih dibutuhkan juga laporan data pembanding yang detail dari kementerian dan instansi terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan BPS. "Kami menunggu data-data mikro dari instansi terkait. Sinergi lintas kementerian sangat diperlukan. Saya percaya ini bisa membuat perusahaan tambang lebih tertib dalam penyusunan laporan ke pemerintah," ujar Yuli.Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo mengatakan, sejumlah akar masalah dari karut-marut tata kelola sektor pertambangan adalah penegakan hukum yang lemah dan masalah administrasi. Pemerintah sudah berupaya memperbaiki tata kelola sektor pertambangan dengan mempermudah perizinan, penerapan sistem penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam jaringan, kebijakan satu peta sumber daya alam, dan pembentukan perusahaan induk pertambangan.Sebelumnya, Ketua Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam KPK Dian Patria mengatakan, ada tunggakan pajak dan royalti dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) Rp 4 triliun pada 2016. KPK yang melakukan koordinasi dan supervisi sektor tambang sejak Februari 2014 menemukan kejanggalan. Dari 10.000 IUP, sekitar 90 persen tidak menyetorkan dana jaminan reklamasi lahan, 70 persen tidak membayar pajak dan royalti, serta 36 persen tidak memiliki nomor pokok wajib pajak. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000