BUMN Tambang Lebih Efisien
JAYAPURA, KOMPAS — BUMN sektor pertambangan diharapkan lebih efisien dalam menjalankan usaha tambang, terutama hilirisasi. Efisiensi tersebut bisa diupayakan melalui pembentukan perusahaan induk BUMN sektor pertambangan.
Terkait pembentukan perusahaan induk BUMN, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Aluminium.
PP tersebut ditetapkan pada 10 November 2017 dan mulai diundangkan pada 13 November 2017. Dalam PP No 47/2017 diatur bahwa negara RI melakukan penambahan penyertaan modal ke dalam PT Inalum (Persero).
Penambahan penyertaan modal berasal dari pengalihan seluruh saham seri B milik negara pada PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk, serta pengalihan seluruh saham milik negara pada PT Freeport Indonesia.
Menteri BUMN Rini Soemarno di Jayapura, Papua, Selasa (21/11), mengungkapkan, dengan adanya PP tersebut, BUMN tambang segera melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada akhir November 2017.
Menurut Rini, pembentukan perusahaan induk BUMN tambang memiliki arti penting.
"Dengan perusahaan induk, BUMN tambang bisa menjadi lebih efisien karena penggunaan alat atau investasi dapat dilakukan bersama," kata Rini.
Sebelum perusahaan induk dibentuk, setiap BUMN melakukan investasi sendiri-sendiri.
Selain itu, lanjut Rini, yang terpenting dalam pembentukan perusahaan induk adalah BUMN pertambangan dapat melakukan hilirisasi sehingga memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Dengan memberi nilai tambah terhadap produk, harga jual produk menjadi lebih tinggi. Selain itu, memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
Rini menambahkan, dengan adanya perusahaan induk, neraca korporasi menjadi lebih kuat sehingga mampu melakukan aksi korporasi yang lebih besar. Ia mencontohkan, aksi korporasi itu berupa pembelian saham PT Freeport Indonesia sehingga 51 persen saham dimiliki RI.
Saat ini pemerintah atau negara RI menguasai 9,36 persen saham PT Freeport Indonesia. Dengan menguasai saham perusahaan tambang seperti Freeport, perusahaan induk BUMN tambang juga mampu menguasai cadangan tambang di Indonesia.
Lebih besar
Direktur Keuangan Inalum Oggy Achmad Kokasih mengatakan, per Juni 2017, aset Inalum Rp 21 triliun. Adapun aset Antam Rp 30 triliun, Bukit Asam Rp 18 triliun, Timah Rp 10 triliun, dan kepemilikan saham RI di PT Freeport 9,36 persen atau sekitar Rp 8,1 triliun. Dengan demikian, total aset dengan perusahaan induk BUMN tambang sekitar Rp 88 triliun.
Oggy menambahkan, jika perusahaan induk BUMN tambang bisa menguasai atau mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport, asetnya tentu akan lebih besar. Saat ini Inalum juga sudah bekerja sama dengan Antam dan PT Pertamina (Persero) dalam memproduksi bahan baku untuk peleburan aluminium.
Oggy menambahkan, Inalum dan Antam akan membangun smelter untuk memproduksi bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi aluminium. Untuk proyek itu, investasi yang dibutuhkan mencapai 1 miliar dollar AS dan ditargetkan pada 2018 sudah dapat mulai dibangun.
Dengan Pertamina, lanjut Oggy, Inalum akan membuat pabrik bahan baku calcined petroleum coke (CPC) dengan nilai investasi 120 juta dollar AS.
Menurut Oggy, kapasitas produksi aluminium PT Inalum 250.000 ton per tahun. Selama ini bahan baku alumina diimpor dari Australia. Impor bahan baku aluminium atau alumina mencapai 500.000 ton per tahun.
Melalui kerja sama dengan Antam, lanjut Oggy, alumina diharapkan dapat diproduksi di dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor alumina. Inalum menargetkan mampu memproduksi aluminium sebanyak 1 juta ton. Produksi itu untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang semakin besar.
Sementara itu, Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin dalam acara Lunch Forum with CEO: Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lima Tahun ke Depan, di Jakarta, kemarin, mengatakan, pengelolaan sumber daya mineral tambang harus memperhatikan aspek kesinambungan. Salah satunya adalah usaha untuk menghasilkan nilai tambah mineral.
"Dulu kita mengenal istilah ekspor Tanah Air karena yang dijual ke luar negeri adalah bahan mineral mentah. Sesuai amanat undang-undang, kita tak diizinkan lagi mengekspor mineral mentah. Hilirisasi tambang harus dilaksanakan," kata Budi.
Dengan hilirisasi, lanjut Budi, kontribusi tambang terhadap produk domestik bruto kian besar. Ia sepakat bahwa hilirisasi tetap harus dipertahankan.
(FER/APO)