logo Kompas.id
EkonomiInvestasi dan Permintaan...
Iklan

Investasi dan Permintaan Mendorong Pertumbuhan Industri Obat Hewan

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Industri obat hewan, pakan ternak, dan unggas nasional diyakini tumbuh 5-10 persen sejalan dengan masuknya investasi dan permintaan tahun depan. Namun, khusus sapi dan pembibitan ayam diperkirakan masih tertekan karena impor daging beku dan pengurangan populasi.Kalangan peternak unggas, sapi, serta produsen pakan ternak dan obat hewan menyampaikan proyeksi tersebut dalam seminar dan sejumlah kesempatan di Bogor dan Jakarta, pekan lalu. Selain perubahan regulasi dan pasar dalam negeri, proyeksi pertumbuhan juga mempertimbangkan dampak kekalahan Indonesia dalam sengketa dagang produk peternakan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun ini.Sekretaris Jenderal Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) Harris Priyadi mengatakan, pertumbuhan industri obat hewan pada 2018 antara lain ditopang perkembangan populasi ayam pedaging dan petelur masingmasing 5 persen. Sementara populasi bibit ayam diperkirakan turun 10-20 persen menjadi sekitar 20 juta ekor.Pemerintah beberapa kali mengeluarkan kebijakan pengurangan populasi bibit untuk menyeimbangkan produksi dan kebutuhan. Kelebihan produksi dianggap menekan harga jual ayam pedaging dan telur ayam dalam dua tahun terakhir. Para peternak bahkan beberapa kali protes karena harga berulang kali turun di bawah biaya pokok produksi. Sepanjang 2017, nilai obat hewan yang diberikan melalui pakan ternak mencapai Rp 4,8 triliun. Adapun nilai pasar obat hewan Rp 8,3 triliun. "Proyeksi pertumbuhan industri obat hewan sejalan dengan pertumbuhan industri pakan ternak yang diperkirakan naik dari 18,6 juta ton tahun ini menjadi 20,1 juta ton tahun depan," kata Harris.Peternakan juga berpotensi tumbuh. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal realisasi investasi bidang peternakan selama Januari-September 2017 telah mencapai Rp 2,6 triliun, lebih tinggi dari realisasi 2016 yang sebesar Rp 1,1 triliun. Terkait larangan pemakaian antibiotik, Ketua Umum Asohi Irawati Fari berpendapat, ketentuan itu berdampak besar pada penjualan dan industri obat hewan. Namun, produsen menyadarinya sebagai tuntutan global, sebagian telah berupaya mencari produk pengganti, terutama dari sumber alami.Lewat Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, pemerintah melarang pemakaian antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan ternak. Pemakaian antibiotik untuk pengobatan juga dibatasi dan diawasi lebih ketat. Selain untuk pengobatan penyakit, antibiotik di dunia peternakan selama ini dipakai untuk memacu pertumbuhan ternak. Umumnya ditambahkan ke dalam imbuhan pakan. Pengawasan Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menyatakan, Permentan No 14/2017 berlaku sejak diundangkan pada 12 Mei 2017. Namun, pengawasan pelaksanaannya secara efektif dimulai pada 2018. Perluasan larangan pemakaian antibiotik menjadi salah satu bahan perbincangan peternak nasional selain kekalahan Indonesia dalam sengketa dagang produk hortikultura dan peternakan di WTO. Menurut mantan Duta Besar RI untuk WTO Erwidodo, pemerintah dan pelaku usaha masih bisa membenahi regulasi dan meningkatkan daya saing. Selama ini harga ternak dan pro-duk ternak Indonesia kalah bersaing, baik ASEAN maupun dengan negara produsen lain di luar ASEAN. (MKN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000