Perlu Sinergi Bangun Industri
JAKARTA, KOMPAS — Sinergi pengelolaan modal dasar sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, dan inovasi dibutuhkan untuk membangun industri berkelanjutan. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi semua pemangku kepentingan.
Pandangan ini mengemuka dalam diskusi kelompok terfokus bertema "Membangun Industri Nasional Berkelanjutan" yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Senin (27/11). "Pertumbuhan ekonomi selalu beriringan dengan pertumbuhan manufaktur. Apabila ingin pembangunan berkelanjutan, industri juga harus berkelanjutan," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Upaya membangun industri berkelanjutan, sekaligus membangun sumber daya manusia untuk mendukung industri yang berkelanjutan, menjadi pembahasan pada diskusi yang dihadiri pakar, unsur pemerintah, asosiasi/himpunan, dan pelaku industri tersebut.
Kadin Indonesia menengarai beberapa hal penting yang menjadi syarat tercapainya pembangunan industri berkelanjutan. Syarat ini antara lain ketersediaan bahan baku dan energi yang kompetitif, konsistensi pendalaman struktur industri, serta dukungan peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai kebutuhan industri.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan, upaya untuk menyambungkan kapasitas lulusan sekolah menengah kejuruan dan kebutuhan industri merupakan salah satu cara meningkatkan daya saing. "Link and match sudah kami selenggarakan secara masif pada lebih dari 1.300 SMK dan sekitar 500 perusahaan," kata Airlangga pada diskusi tersebut.
Sebagai perbandingan, dikatakan Airlangga, Thailand juga sedang mendorong pendidikan vokasi untuk menyiapkan SDM di sektor industri. Namun, Thailand lebih agresif dengan memberikan fasilitas keringanan investasi 200 persen.
"Jadi, kalau mereka investasi 500 juta, misalnya, untuk vokasi, fasilitas yang diberikan adalah 1 miliar dan ini menjadi pemotong pajaknya," kata Airlangga.
Thailand pun lebih aktif memperbaiki aspek kesiapan teknologi dengan memberikan insentif inovasi 300 persen. Insentif-insentif tersebut menjadikan perusahaan di Thailand berlomba-lomba mengembangkan riset dan pengembangan serta meningkatkan vokasi.
Kebutuhan industri
Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi merujuk Massachusetts Institute of Technology yang riset-risetnya merupakan kebutuhan industri. "PR (pekerjaan rumah) dari industri itu dikirim ke perguruan tinggi, digodok, dan hasilnya dikembalikan ke industri sehingga tidak ada riset dan pengembangan yang mubazir," katanya.
Kadarsah pun mengundang pelaku industri untuk menyampaikan kebutuhan sektor industri pada perguruan tinggi. Dengan demikian sinergi di bidang riset bisa ditingkatkan.
Sementara itu, Chief of Human Capital Development PT Sierad Produce Tbk Yunus Triyonggo mengatakan, salah satu tantangan dalam penyiapan SDM adalah keterbatasan jumlah instruktur pelatihan dan fasilitator penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia/Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (SKKNI/KKNI) dan tenaga ahli permanen untuk program peningkatan kompetensi SDM Indonesia.
"Belum ada tata kelola kolaborasi yang terfokus. Oleh karena itu, kami usulkan dibentuk lembaga vokasi nasional yang fokus menggawangi ini," kata Yunus. Untuk itu, lanjut Yunus, diperlukan ekosistem yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk mencetak SDM berkualitas dan berdaya saing di setiap sektor industri. (CAS)