JAKARTA, KOMPAS — Perbankan dipandang perlu lebih mendukung pengembangan sektor kepariwisataan melalui penyaluran pembiayaan agar sektor ini dapat bergerak cepat dan memberi kontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan tersebut tidak hanya terkait dengan korporasi industri pariwisata melainkan juga usaha kecil dan menengah, termasuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Hal itu terungkap dalam diskusi pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) di Jakarta, Senin (27/11). Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kementerian Pariwisata Ahman Sya, Direktur Perencanaan dan Operasional Pt Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Bob Ananta, Kepala Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aman Santosa.
Ketua Umum GIPI Didien Junaedy mengatakan, GIPI mengundang para bankir dan kalangan dari lembaga keuangan nonbank dalam rakernas agar kerja sama pelaku industri pariwisata dengan perbankan dan lembaga keuangan nonbank dapat lebih dibangun.
Ditekankan oleh Ahman Sya, dari sisi sumber daya manusia (SDM) sektor pariwisata di tingkat ASEAN, Indonesia menempati urutan kelima. Artinya, kualitas SDM di sektor pariwisata masih rendah. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM melalui program pelatihan dan sertifikasi mendesak dilakukan.
Sebagai gambaran sampai tahun 2019, menurut Ahman, tenaga kerja baik langsung ataupun tidak langsung yang terserap di sektor industri pariwisata mencapai 13 juta orang. Dari 13 juta orang itu, sebanyak 1,17 juta orang merupakan tenaga kerja langsung. Namun, target realisasi sertifikasi SDM kepariwisataan baru bisa mencapai 500.000 orang.
Untuk melaksanakan program pelatihan dan sertifikasi melalui kerja sama dengan pihak swasta, menurut Ahman, juga diperlukan pembiayaan. Oleh karena itu, dukungan lembaga pembiayaan terhadap peningkatan kualitas SDM di sektor pariwisata sangat penting.
Orientasi bisnis
Pada kesempatan itu, Bob Ananta mengemukakan, di Indonesia sebenarnya banyak tempat wisata yang eksotik. Namun, tempat-tempat wisata itu belum sepenuhnya mampu dikelola secara bisnis sehingga layak mendapat pembiayaan dari perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan tempat wisata dengan orientasi bisnis yang jelas perlu dibangun.
Menurut Bob Ananta, BNI menempatkan sektor pariwisata sebagai prioritas karena sektor pariwisata merupakan program Nawacita Presiden Joko Widodo. Sektor pariwisata juga memberikan kontribusi terhadap sumber devisa dan penyerapan tenaga kerja.
Sejak 2015 sampai triwulan II 2017, lanjut Bob Ananta, penyaluran kredit BNI di sektor pariwisata telah mencapai Rp 11,52 triliun. Sementara penyaluran kredit di sektor pariwisata pada triwulan III-2017 tumbuh 18,37 persen dibandingkankan dengan periode yang sama pada 2016. Sektor pariwisata yang dibiayai tidak hanya meliputi perhotelan dan restoran, tetapi juga perusahaan transportasi yang menunjang kawasan wisata. (FER)