Stabilitas Nilai Tukar Perdagangan Bilateral Dijaga
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menerbitkan regulasi mengenai penyelesaian transaksi perdagangan bilateral Indonesia dengan Malaysia dan Thailand. Tujuannya adalah mendorong perdagangan bilateral, mengurangi ketergantungan pada mata uang tertentu, dan menjaga stabilitas nilai tukar.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Indonesia-Malaysia Menggunakan Rupiah dan Ringgit Melalui Bank. Adapun Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Indonesia-Thailand Menggunakan Rupiah dan Baht melalui Bank tertuang dalam PADG No 19/2017. BI akan memberlakukan ketentuan itu pada 2 Januari 2018.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman, dalam siaran pers di Jakarta, Senin (27/11), mengatakan, kedua PADG itu merupakan aturan pelaksanaan Peraturan BI No 19/2017 tentang Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement/LCS) melalui Bank.
Melalui kedua PADG itu, transaksi keuangan perdagangan bilateral Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Thailand dilakukan menggunakan mata uang lokal.
Kegiatan dan transaksi keuangan itu, antara lain, mencakup pembukaan rekening mata uang baht Thailand dan ringgit Malaysia, transfer dana, serta kuotasi langsung untuk mata uang baht dan ringgit terhadap rupiah.
Kegiatan itu juga termasuk pembiayaan perdagangan dalam mata uang baht dan ringgit. "Kegiatan dan transaksi keuangan perdagangan bilateral itu dilakukan oleh Bank Appointed Cross Currency Dealer (Bank ACCD) yang ditunjuk BI dan bank sentral negara mitra. Bank ACCD itu memperoleh pengecualian beberapa ketentuan dan fleksibilitas dalam melakukan kegiatan dan transaksi keuangan tertentu di pasar valas," kata Agusman.
Kerja sama perdagangan
Kementerian Perdagangan juga membahas perdagangan bilateral Indonesia-Malaysia dalam Konsultasi Tahunan ke-12 di Kuching, Malaysia, pada 22 November 2017.
Beberapa hal yang dibahas, antara lain, tentang perjanjian lintas batas (BTA), normalisasi ekspor dan impor melalui perbatasan Entikong-Tebedu, kerja sama produk halal, dan mengatasi kampanye hitam minyak kelapa sawit.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Indonesia dan Malaysia akan menandatangani pembaruan BTA awal tahun depan. Tujuannya adalah memberikan kepastian hukum bagi kedua negara dan penduduk perbatasan dalam perdagangan lintas batas.
"Terkait normalisasi ekspor dam impor melalui Entikong-Tebedu, kami sepakat melakukan kajian bersama. Saat ini, kami tengah menunggu penyelesaian pembangunan infrastruktur di wilayah Malaysia," ujarnya.
Adapun terkait produk halal, Enggartiasto menjelaskan, Indonesia dan Malaysia sepakat mendorong penyelesaian nota kesepahaman antara badan otoritas halal kedua negara. Kedua badan otoritas halal itu diharapkan dapat melakukan Mutual Recognition Agreement (MRA).
Tujuan MRA itu adalah kedua negara dapat saling menerima produk dan logo halal pasar masing-masing.
"Kerja sama produk dan logo halal dengan Malaysia itu diharapkan dapat mendorong pengembangan industri produk halal di Indonesia," kata Enggartiasto. (HEN)