Momentum Pemulihan Dijaga
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut di tengah dunia yang sedang berubah. Momentum pemulihan ekonomi harus dijaga dan diperkuat secara berkelanjutan. Sebab, masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki struktur ekonomi nasional.
Presiden Joko Widodo mengemukakan hal itu dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2017 bertema "Memperkuat Momentum", di Jakarta, Selasa (28/11) malam. Acara yang dibuka Gubernur BI Agus DW Martowardojo itu dihadiri, antara lain, pejabat kementerian dan lembaga, pelaku usaha bank dan nonbank, dan ekonom.
Presiden menyampaikan, situasi saat ini adalah situasi normal baru. Banyak perbedaan dan pergeseran yang mengubah perekonomian dunia dan nasional.
Pada periode harga komoditas yang tinggi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa mencapai 17 persen. Namun, saat ini konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,93 persen.
"Ya, inilah kondisi saat ini. Memang berbeda dan harus kita terima. Parameternya telah berubah. Banyak model bisnis baru yang muncul sehingga mengubah pola konsumsi. Perbedaan-perbedaan inilah yang harus kita pahami agar tidak salah membuat kebijakan," katanya.
Menurut Presiden, di tengah perubahan itu masih banyak momentum yang bisa diambil manfaatnya. Dalam tiga tahun ini, Indonesia membuat banyak lompatan ekonomi, seperti pembangunan infrastruktur dan pengakuan dunia dengan peringkat layak investasi dan kemudahan berbisnis yang meningkat.
Momentum itu harus dijaga dan diperkuat di tengah banyaknya pekerjaan rumah menyangkut reformasi struktural. Misalnya, Indonesia masih memiliki sekitar 42.000 aturan yang menjerat diri sendiri.
"Saya sudah pesan kepada para wakil rakyat di DPR, tidak perlu membuat banyak undang-undang (UU), nanti justru bertambah ruwet dan menghambat. Buat satu atau dua UU yang berkualitas dan bermanfaat. Dulu UU kita banyak pesan sponsor atau titipan-titipan. Ke depan, hal ini harus ditinggalkan," ujarnya.
Presiden menambahkan, momentum lain adalah nilai ekspor Indonesia pada Januari-September 2017 yang meningkat 36,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2016.
Agus DW Martowardojo mengatakan, tahun ini merupakan tahun pemulihan ekonomi global yang tengah tumbuh tinggi dan merata. Perbaikan ekonomi global itu mendukung perbaikan ekonomi domestik.
Tahun depan, BI akan memperkuat kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Untuk kebijakan moneter, misalnya, BI akan tetap mengendalikan inflasi, defisit transaksi berjalan, dan memperluas giro wajib minimum rata-rata, baik untuk bank konvensional maupun bank syariah.
"BI juga berupaya mengurangi ketergantungan penggunaan mata uang tertentu, memitigasi utang luar negeri korporasi nonbank, dan mendorong bank menerbitkan instrumen lindung nilai yang lebih efisien," kata Agus.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaadmatja berpendapat, jika kondisi ekonomi terus membaik, fungsi intermediasi perbankan juga akan turut membaik. Saat ini bank menunggu investor berinvestasi dan pelaku usaha berekspansi.
Potensi
Dalam seminar yang diselenggarakan Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, kemarin, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah menyampaikan, dalam memasuki era yang penuh ketidakpastian, kompleks, bergejolak, dan penuh ambigu, pemerintah dan pelaku bisnis perlu mengambil strategi dan kebijakan publik yang tepat.
Pendiri CORE Indonesia Hendri Saparini, menyatakan, perlu kebijakan inovatif agar tidak terjebak pada pertumbuhan ekonomi 5 persen. Sebab, potensi ekonomi Indonesia untuk tumbuh sejatinya jauh di atas 5 persen.
(HEN/LAS)