Ajakan Bertanggung Jawab
Pariwisata bertanggung jawab, mengutip laman www.responsibletravel.com, merupakan pendekatan pengelolaan pariwisata yang menekankan pada tempat tinggal dan kunjungan yang lebih baik. Hal yang ditekankan lebih dulu ialah menciptakan tempat tinggal lebih baik bagi masyarakat lokal. Selanjutnya baru mengajarkan kepada wisatawan untuk bersikap lebih bertanggung jawab saat berkunjung. Pendekatan seperti ini kerap disebut ekowisata dan pariwisata hijau.
Pendekatan yang sama digunakan Yayasan Sekar Kawung dan Jaladwara saat mendampingi warga Desa Lambanapu dan Mauliru mengembangkan paket wisata minat khusus desa tenun ikat. Kedua desa itu berlokasi di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pendampingan dimulai sejak 2016.
"Sekitar dua tahun terakhir, Nusa Tenggara Timur berkembang menjadi salah satu destinasi pariwisata populer. Sayangnya, popularitas ini cenderung diisi dengan \'kompetisi\' foto indah di media sosial. Dampak negatif, seperti kerusakan kearifan lokal, kurang menjadi perhatian," ujar pengelola Jaladwara, Kristanti Wisnu Aji Wardhani, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Jaladwara adalah kelompok bisnis bidang jasa perjalanan yang fokus ke pariwisata bertanggung jawab. Kelompok ini berdiri di Yogyakarta pada 2011. Adapun Yayasan Sekar Kawung yang berdiri di Bogor pada 2014 berbentuk kewirausahaan sosial yang fokus pada isu ekonomi hijau.
Menurut Kristanti, pariwisata bertanggung jawab bisa dimulai dari perilaku sederhana, yaitu tidak membuang sampah sembarangan dan berperilaku sopan ketika berkunjung. Misalnya, seorang turis tidak langsung menanyakan harga kain tenun ikat yang dipakai warga meski dia tertarik dengan motif kain tenun itu dan ingin memilikinya.
Dari sisi warga lokal, penekanan sikap bertanggung jawab juga berlaku. Mereka harus mengenal potensi tempat tinggal, seperti kekayaan alam dan budaya. Tujuannya, memudahkan masyarakat mengelola dan menjaga kelestariannya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada Januari-September 2017 sebanyak 10,46 juta orang. Jumlah ini meningkat 25,05 persen dibandingkan dengan Januari-September 2016.
Wisatawan mancanegara terutama masuk ke Indonesia melalui 19 pintu utama. Jumlah terbesar melalui Bandara Ngurah Rai, yakni 4,529 juta orang.
Belajar
Upaya pendampingan pengembangan paket wisata terdiri dari dua kegiatan utama. Pertama, pada Oktober 2016 kelompok Jaladwara terjun mengenal langsung kehidupan di Desa Lambanapu dan Desa Mauliru. Selama 21 hari, pengurus belajar 42 langkah memproduksi satu lembar kain tenun ikat tradisional Sumba Timur.
Dalam proses belajar itu, pengurus Jaladwara dibantu Paluanda Lama Hamu, kelompok seniman kain tenun ikat yang didirikan Agustina Kahi Atanau, pada 1999. Ada 32 orang yang menjadi anggota kelompok, yang masing-masing memiliki keahlian berbeda di setiap tahapan proses produksi kain.
Aktivitas utama kedua adalah melatih warga lokal sebagai pemandu wisata. Ada enam warga yang lolos seleksi, yakni empat orang berusia 20-an tahun dan dua orang berusia di atas 30 tahun. Materi pelatihan mencakup pengenalan potensi desa, kain tenun ikat, pelestarian lingkungan, bercerita, dan menghadapi turis.
Nia (22), salah satu pemandu, mengatakan, setelah mengikuti pelatihan, ia semakin mengenal lebih detail potensi kekayaan alam desanya dan mencintai kain tenun ikat tradisional.
"Ada materi pelatihan mengenai dampak pariwisata. Kami sulit menjawab karena risiko negatif belum terjadi. Kami diminta membawa botol minuman sendiri dan itu ternyata pelajaran mengenai pengurangan sampah plastik," katanya.
Okta Andunara, pemandu sekaligus anggota Paluanda Lama Hamu, menyebutkan, kesulitan sebagai pemandu adalah bercerita. Sebab, penduduk lokal seperti dirinya terbiasa bernarasi dengan mendesain gambar di bakal kain.
Keenam pemandu lokal ini telah melakukan uji coba satu dari lima paket yang disiapkan, yakni pengenalan umum kain tenun ikat Sumba Timur. Paket berdurasi lima hari empat malam ini diikuti enam wisatawan Nusantara.
"Mereka rata-rata belum sepenuhnya siap mental. Masih banyak pekerjaan rumah, seperti urusan oleh-oleh untuk turis yang seharusnya diproduksi dari desa mereka sendiri. Maka, kami mengajari memproduksi kalung berbahan dasar benang kain," ungkap Kistanti.
Ketua Yayasan Sekar Kawung Chandra Kirana Prijosusilo mengungkapkan, kain tenun ikat Sumba Timur adalah kekayaan tekstil Nusantara.
Upaya mengembangkan paket wisata minat khusus di Desa Lambanapu dan Mauliru sebenarnya merupakan sarana melestarikan kearifan lokal. Sasarannya wisatawan minat khusus, artinya turis yang sudah memiliki kesadaran ekowisata dan wisata hijau. (MEDIANA)