JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memiliki 115 juta penduduk yang tidak termasuk kelompok miskin dan rentan miskin, tetapi belum masuk kelas menengah. Upaya mempercepat kenaikan kelas kelompok ini akan menjadi investasi bagi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Kuncinya melalui pendidikan, lapangan kerja, dan akses desa ke kota.
Demikian antara lain isi laporan Bank Dunia tentang potensi perekonomian Asia Timur di abad ke-21 yang relevan untuk Indonesia. Laporan diluncurkan dalam bentuk seminar yang didahului pidato kunci Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan pidato penutup Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Senin (4/12).
"Kami tidak sedang berusaha mendorong kebijakan pemerintah untuk membuat kelas menengah semakin kaya. Kami mendorong agar pemerintah membuat kebijakan yang mengangkat lebih banyak penduduk, terutama 115 juta penduduk yang belum masuk kelas menengah, untuk masuk ke kelas menengah," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves dalam keterangan pers.
Kami mendorong agar pemerintah membuat kebijakan yang mengangkat lebih banyak penduduk, terutama 115 juta penduduk yang belum masuk kelas menengah, untuk masuk ke kelas menengah.
Dalam pidatonya, Chaves menyatakan, kelas menengah adalah salah satu gejala perkembangan ekonomi. Akan tetapi, kelas menengah juga menjadi kunci untuk mengeluarkan potensi ekonomi Indonesia secara maksimal. Sebab, kelas menengah adalah pencipta lapangan kerja, investor, penemu, reformis, dan suara yang dapat mendorong negara ke masa depan yang lebih cerah.
Saat ini, menurut Rodrigo, ada sekitar 52 juta jiwa, atau sekitar 20 persen dari total populasi Indonesia, termasuk kelas menengah. Jumlah ini besar, tetapi pertumbuhannya tidak secepat yang dibutuhkan Indonesia untuk tumbuh optimal sesuai potensinya.
Dalam konteks ini, Bank Dunia membagi penduduk Indonesia dalam beberapa kelas. Kelas terbawah adalah kelompok miskin, yakni berpendapatan di bawah Rp 350.000 per orang per bulan, yang jumlahnya 11 persen dari total populasi di 2016.
Kemudian, di atasnya adalah kelompok rentan, yakni masyarakat yang berada di atas garis kemiskinan, tetapi rentan jatuh miskin. Jumlahnya 24 persen dari total populasi. Berikutnya, kelas menengah, yaitu kelompok yang kemungkinan jatuh miskin atau rentan miskin, dengan pendapatan Rp 1,2 juta-Rp 6 juta per orang per bulan. Jumlahnya mencapai 20 persen dari total populasi.
Di antara kelas menengah dan kelompok rentan, terdapat 45 persen penduduk yang ingin menjadi kelas menengah. Mereka tidak lagi miskin atau rentan jatuh miskin. Kelompok ini belum mencapai tingkat kemapanan ekonomi dan belum memiliki gaya hidup kelas menengah. Sementara kelas atas yang jumlahnya kecil, tidak muncul dalam survei.
Dalam presentasinya, Matthew Wai Poi selaku penulis laporan Bank Dunia, menyebutkan, kelas menengah adalah mesin pertumbuhan ekonomi. Mereka menyumbang 50 persen pajak tidak langsung dan hampir semua pajak langsung. Kelas menengah mewakili 43 persen pemilik bisnis yang mempekerjakan karyawan.
Kelas menengah juga menyumbang hampir separuh konsumsi rumah tangga nasional dan berinvestasi lebih banyak pada pembangunan anak-anak mereka yang merupakan generasi masa depan bangsa.
Bambang menyatakan, Bappenas memproyeksikan jumlah kelas menengah Indonesia pada 2045 akan mencapai 260 juta jiwa. Pada 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 320 juta jiwa. (LAS)