Pemerintah membentuk perusahaan induk badan usaha milik negara (BUMN) tambang terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sebagai induk perusahaan, PT Antam (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, termasuk mengalihkan seluruh saham milik negara pada PT Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen saat ini. Pembentukan perusahaan induk BUMN bertujuan untuk menguasai cadangan dan sumber daya mineral di Indonesia, hilirisasi produk dan kandungan lokal, dan menjadi perusahaan berkelas dunia. Penguasaan cadangan dan sumber daya mineral dilakukan dengan melakukan akuisisi sumber daya dan cadangan serta eksplorasi sehingga dapat meningkatkan daya saing dengan perusahaan global.
Hilirisasi dilakukan melalui pengolahan sumber daya sehingga BUMN tambang akan menghasilkan produk yang menciptakan nilai tambah yang dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran, bijih bauksit dapat diolah menjadi alumina dengan nilai tambah mencapai 8 kali lipat dan dapat diolah menjadi produk aluminium dengan nilai tambah 30 kali lipat. Bijih nikel yang diolah menjadi produk feronikel memiliki nilai tambah 10 kali lipat dan memiliki nilai tambah 19 kali lipat jika diolah menjadi produk stainless steel.
Selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor bahan mentah produk tambang, seperti bauksit. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan produk alumina, Indonesia justru mengimpor alumina dari Australia. Jika mampu memproduksi produk alumina, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor produk alumina dan menghemat devisa. Karena itu, berbagai upaya untuk menguasai cadangan menjadi industri tambang yang memiliki skala bisnis yang besar dan bernilai tambah sangat penting untuk berkompetisi secara global. Saat ini, industri pertambangan di Indonesia masih jauh tertinggal dengan industri tambang di kawasan Asia Pasifik. Padahal, Indonesia punya sumber cadangan produk tambang.
Dilihat dari total produksi, timah, bauksit, dan nikel di Indonesia, termasuk terbesar kedua di dunia. Namun, dilihat dari total aset, perusahaan BUMN tambang masih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan industri tambang di Asia Pasifik kecuali China.
Dari data yang ada, total aset PT Antam tahun 2015 mencapai 2,19 miliar dollar AS, PT Bukit Asam sebesar 1,21 miliar dollar AS, PT Inalum 1,13 miliar dollar AS, dan PT Timah sebesar 670 juta dollar AS. Di sisi lain, total aset perusahaan tambang, seperti BHP Billiton mencapai 124,58 miliar dollar AS dan Rio Tinto mencapai 91,56 miliar dollar AS.
Melalui pembentukan perusahaan induk BUMN tambang, BUMN tambang diharapkan dapat melakukan langkah-langkah besar dan strategis untuk meningkatkan cadangan serta meningkatkan skala usaha dan nilai tambah produk industri. Misalnya, untuk memperkuat cadangan, perusahaan induk BUMN mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia sampai mencapai 51 persen.
Selain itu, untuk mengejar program hilirisasi industri pertambangan BUMN, kerja sama investasi dengan perusahaan pengolahan tambang global untuk mengembangkan produk hilir dapat dilakukan secara efisien. Kerja sama dengan perusahaan pengolahan tambang global diharapkan juga dapat membuka pasar bagi produk hilir pertambangan nanti.
Melalui peningkatan skala usaha dan bisnis hilir, diharapkan BUMN tambang di Indonesia ke depan lebih besar memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara, baik dari penerimaan dividen dan pajak, penyerapan tenaga kerja, maupun secara menyeluruh, memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat Indonesia.